Chapter
1 :
The
Merchant’s Offer
******
PADA
zaman
dahulu kala, Haewa merupakan sebuah pulau superbesar yang semua daerahnya
merupakan satu kesatuan. Akibat tidak adanya sistem pemerintahan yang berkuasa,
akhirnya seluruh manusia yang hidup di pulau tersebut memutuskan untuk membuat
sebuah kerajaan dan memilih seorang raja melalui garis keturunan darah leluhur
mereka yang melegenda. Kerajaan itu pun akhirnya diberi nama Kerajaan Haewa.
Namun,
seiring dengan berjalannya waktu, terjadi banyak konflik di dalam negara:
perang saudara, pengkhianatan dari para petinggi, kemarau yang berkepanjangan,
raja palsu yang menyalahgunakan kekuasaan serta kekuatannya, perebutan
kekuasaan, hingga munculnya sebuah doktrin bahwa manusia yang bisa ‘memimpin’ pada
saat itu bukanlah manusia dengan darah leluhur saja.
Hingga
pada akhirnya sebuah pemberontakan besar-besaran pun terjadi. Kelaparan,
kemiskinan, kehancuran lahan dan tempat tinggal, wabah penyakit, kebakaran
hutan, tingginya tingkat kriminalitas, dan lain-lain. Semua krisis itu terjadi
di Haewa; Haewa terasa bagaikan neraka, terutama bagi rakyat-rakyat biasa yang
bukan merupakan keturunan bangsawan ataupun keluarga kaya. Pada akhirnya, hasil
dari peperangan yang berlangsung selama dua puluh hari tersebut adalah: runtuhnya
Kerajaan Haewa.
Penduduk
Haewa kembali hidup seperti sediakala; mereka hidup tanpa sistem pemerintahan
dan tanpa kerajaan. Butuh waktu yang lama bagi seluruh rakyat untuk memperbaiki
kehidupan mereka. Akan tetapi, akibat seluruh kekacauan itu, perlahan-lahan
masyarakat mulai berhenti membicarakan tentang keturunan leluhur. Para orangtua
masih menceritakan perihal darah leluhur itu ke keturunan mereka, tetapi mereka
selalu menceritakannya seolah-olah itu adalah sebuah legenda yang mendekati
mitos. Kemajuan zaman pun membuat mereka lama-kelamaan jadi benar-benar
berhenti memercayai tentang keturunan leluhur tersebut, terutama tatkala generasi-generasi
baru mulai lahir. Para generasi baru ini jelas meyakini bahwa cerita tentang
leluhur tersebut hanyalah sebuah cerita rakyat turun-temurun yang tak tahu
benar atau tidaknya.
Kini
Haewa sudah membangun sistem pemerintahan mereka kembali. Kerajaan kembali
dibangun, tetapi sayangnya kerajaan itu tidaklah mencakup seluruh wilayah Pulau
Haewa. Haewa kini terpecah menjadi tiga daerah kerajaan. Tiga kerajaan yang berbatasan
dengan satu sama lain. Tiga kerajaan itu adalah Kerajaan Hanju, Seiju, dan
Byeolju.
Di
sebelah timur berdirilah Kerajaan Hanju. Di Kerajaan Hanju terdapat beberapa
suku, termasuk suku Heizhou, suku Hondae, dan suku Huaian.
Di
sebelah barat berdirilah Kerajaan Seiju. Di Kerajaan Seiju, suku-suku yang terkenal
adalah suku Yun, suku Daisen, suku Hong, dan suku Shui.
Sementara
itu, di tengah-tengah dua kerajaan tersebut berdirilah Kerajaan Byeolju. Di
Kerajaan Byeolju juga ada beberapa suku yang menonjol, yaitu suku Icheon,
Sacheon, dan Gangcheon.
Raja-raja
dari ketiga kerajaan tersebut sudah berganti puluhan kali. Ada yang turun
takhta karena meninggal dunia, ada yang turun takhta karena sakit
berkepanjangan, dan ada juga yang turun takhta karena sebuah sengketa. Seiring berjalannya
waktu, karena berbeda-beda suku, bahasa dari ketiga kerajaan itu pun jadi sedikit
berbeda.
Di
daerah Kerajaan Hanju, tepatnya di dalam pedesaan luas milik suku Hondae, hiduplah
seorang perempuan berambut hitam panjang yang bernama Kikyo Hana. Wajah dan
namanya memang secantik bunga, tetapi kelakuannya seperti laki-laki. Dia tomboi;
dia aktif dan penuh petualangan. Dia sering bermain bersama seorang pemuda
seusianya yang bernama Kano—temannya sedari kecil—dan karena Kano adalah
seorang laki-laki yang aktif juga, Kikyo pun akhirnya sering ikut bermain
dengan teman-teman Kano yang lain.
Namun,
meskipun semua laki-laki dan perempuan di Desa Hondae tahu bahwa Kikyo itu
tomboi, ada satu hal yang paling menonjol dari diri Kikyo di mata mereka semua,
yaitu kenyataan bahwa gadis itu pintar olahraga gulat. Dia adalah salah satu pemain
gulat yang top di desa itu; dia sering menang pertandingan gulat yang diadakan
di desa itu! Laki-laki di sana jadi tidak pernah meremehkannya, terutama di
dalam permainan gulat. Saking kuat dan aktifnya, para lelaki di desa itu seolah
sudah menganggap Kikyo ini sebagai salah satu dari mereka. Namun, ini bukan
berarti Kikyo benar-benar berhenti bermain bersama para perempuan di desanya. Dia
juga hobi bermain jungkat-jungkit bersama perempuan-perempuan seusianya di desa
itu.
Jadi,
sore ini, di sebuah tanah yang cukup lapang dan diapit oleh barisan toko-toko
makanan di desa itu, tepat di depan toko yang menjual bakpao, tengah diadakan
sebuah pertandingan gulat yang rutin diadakan di Desa Hondae setiap dua minggu
sekali. Suasananya riuh, banyak orang yang ikut menjadi peserta dan banyak juga
orang yang hanya menonton. Ada orang-orang yang menonton sambil makan bakpao,
ada juga bapak-bapak pemilik toko di sekitar sana yang ikut mendekat dan
menyoraki para pemain yang sedang bertanding. Orang-orang di sekitar sana hobi
menonton olahraga gulat.
Jelas
saja Kikyo ikut di pertandingan kali ini. Kedua peserta yang sedang bertanding
dan berusaha untuk menjatuhkan satu sama lain itu tampak dikelilingi oleh para
penonton, wasit, dan peserta lainnya. Suara riuhnya tak berhenti sejak tiga jam
yang lalu; terhitung sudah beberapa pemain yang telah selesai bertanding.
Namun, Kikyo baru datang sekitar satu jam yang lalu. Dia tahu bahwa ada
beberapa peserta yang selalu ingin bertanding dahulu, jadi Kikyo memilih untuk
datang dua jam kemudian.
Kikyo
menonton pertandingan itu dari belakang kerumunan. Tidak terlihat dengan jelas,
pastinya, tetapi dengan posisi yang agak jauh seperti ini, Kikyo jadi bisa
mempersiapkan dirinya. Kikyo juga masih bisa menerka apa yang terjadi pada
pertandingan yang ada di dalam sana (di balik kerumunan itu).
Sorakan-sorakannya terdengar begitu bersemangat. Ramai. Riuh.
Suasananya
lagi seru.
“Kikyooo!!!”
teriak
seseorang dari samping kiri Kikyo, suara teriakannya sedikit kalah dengan suara
sorakan dari penonton gulat, tetapi Kikyo masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Refleks Kikyo menoleh ke asal suara tersebut dan ia melihat sosok Kano,
temannya sejak kecil, tengah berlari menghampirinya seraya melambaikan tangan.
“Kano?”
Kikyo mulai bergerak dan menghadap sepenuhnya ke arah Kano. Kedua mata Kikyo
tampak melebar tatkala memperhatikan Kano yang tengah berlari ke arahnya.
Begitu
Kano sudah sampai di depan Kikyo, pemuda itu pun tersenyum semringah kepada
Kikyo. Dia tampak begitu bersemangat. “Eh, kau sudah tanding belum??!”
“Belum,
nih!!” teriak Kikyo berhubung suasana saat itu berisik sekali.
“Rencananya habis ini aku mau maju!!”
“Oh,
begitu!” Kano balas berteriak. “Hati-hati! Lawanmu adalah si Noboru!!
Bapak-bapak yang bertubuh besar itu!!”
Kikyo
menganga; matanya melebar sempurna. Sebetulnya, baru kali ini ia berhadapan
dengan Pak Noboru. “Oh ya??!” Kikyo tiba-tiba jadi bersemangat. “Wah, bakal
jadi asyik, nih!!!”
“Dasar
gadis gila!!!” teriak Kano. “Tubuhnya itu beratnya lebih dari seratus kilo!!
Dia harusnya jadi pegulat sumo!!!”
Kikyo
tertawa keras, kepalanya sampai terdongak. “Kalau nanti aku ditimpa oleh Pak
Noboru, kau harus menyelamatkanku, ya!! Aku belum mau jadi manusia gepeng!!”
“Aku,
sih, tidak masalah dengan kondisi badanmu yang gepeng, yang jadi masalah itu
adalah organ-organ tubuhmu pasti akan berceceran karena tergencet!!” teriak
Kano dengan keras sembari cengengesan dan ucapannya itu kontan membuat Kikyo
ternganga. Gadis itu sontak memukul bahu Kano dengan kencang. “Heh, mulutmu
itu!!! Kurang ajar!! Kau pasti kebanyakan mendengar cerita seram dari Kak Hao,
‘kan?!!”
Dengan
laknatnya, Kano malah tertawa terbahak-bahak. Kikyo lantas tertawa geli dan
masih memukuli tubuh Kano—karena geram—sampai-sampai Kano mengaduh kesakitan
dan berteriak, ‘Ow! Ow!!’ beberapa kali seraya mengusap punggungnya sendiri.
Namun, ujung-ujungnya dia masih tertawa bersama Kikyo.
Kikyo
dan Kano masih asik bercanda satu sama lain tatkala tiba-tiba Kikyo merasa bahwa
bahunya ditepuk. Bahu kanannya itu ditepuk dengan pelan, beberapa kali. Kikyo
yang merasakan tepukan itu pun langsung menoleh ke belakang—ingin tahu siapa
orang yang tengah memanggilnya itu—dan Kano yang melihat Kikyo tiba-tiba
berhenti bercanda pun refleks ikut menoleh ke belakang.
Tatkala
Kikyo sudah menoleh ke belakang, kedua mata Kikyo kontan melebar. Di sana ia
menemukan Tuan Dae, dengan pakaian serba coklatnya serta topi bundarnya, tengah
memperhatikan Kikyo dengan serius.
Tuan
Dae adalah seorang pedagang yang sukses. Dia berdagang sayuran, ikan, dan bahan
makanan lainnya. Tuan Dae biasa berdagang di Pusat Perniagaan Hyugana, tempat
perniagaan terbesar di Kerajaan Hanju yang dekat dengan Pelabuhan Hanam.
Sedikit fakta tentang Tuan Dae, yaitu: hampir semua orang di daerah Kerajaan
Hanju mengetahui bahwa Tuan Dae ini adalah salah satu suruhan dari Menteri
Perpajakan Kerajaan Hanju. Dia juga adalah seorang rentenir. Orang yang sering
membungakan uang; lintah darat.
Namun,
setelah menatap Kikyo dengan serius, tiba-tiba Tuan Dae tersenyum simpul.
Laki-laki paruh baya yang rambutnya telah memutih sebagian itu pun mulai
membuka suara.
“Kau
Kikyo Hana, ‘kan? Aku adalah kenalan ibumu. Bisa bicara sebentar?”
******
Kikyo
mengikuti Tuan Dae yang berjalan menjauhi hiruk-pikuk suara para manusia di
pertandingan gulat itu. Tuan Dae terus menjauhi keramaian hingga akhirnya
mereka berdua sampai di samping sebuah rumah yang terbuat dari kayu berwarna
coklat tua. Suara orang-orang dari pertandingan gulat itu sudah tidak lagi
terdengar. Setahu Kikyo, rumah tempat mereka menepi saat ini adalah
rumah yang tak berpenghuni.
Tatkala
sudah benar-benar berdiri dengan tenang di samping rumah tersebut, Kikyo pun
langsung menatap Tuan Dae dan bertanya, “Ada apa, Tuan?”
Tuan
Dae kini berdiri menghadap ke arah Kikyo dan dia menatap Kikyo lurus-lurus. Dia
kemudian menghela napas dan bertanya, “Apa kau baik-baik saja setelah kematian
ibumu?”
Dahi
Kikyo berkerut. Ia agak heran dengan pertanyaan itu karena ia belum pernah
berbicara dengan Tuan Dae sebelumnya. Akan tetapi, mencoba untuk menenangkan
dirinya, Kikyo pun menunduk sejenak, menghela napas, lalu melihat ke arah Tuan
Dae kembali.
Kikyo
mengedikkan bahu. “Aku masih berusaha, Tuan.”
Mendengar
jawaban dari Kikyo itu, Tuan Dae pun mengangguk mengerti.
“Begini,”
ujar Tuan Dae. “Sebenarnya, ibumu berutang padaku.”
Ah,
soal ini.
Bisa
dibilang Kikyo sudah menduganya sejak tadi. Sebenarnya, Kikyo tahu bahwa ibunya
memiliki utang pada Tuan Dae. Kalau bukan karena itu, lantas karena apa lagi
Tuan Dae menemuinya, ‘kan?
Dahulu,
ibunya Kikyo bekerja sebagai seorang wanita penghibur. Ayah Kikyo meninggal
dunia saat Kikyo masih berusia enam belas tahun. Selama empat tahun lamanya, ibunyalah
yang banting tulang agar bisa menghidupi Kikyo seorang diri.
Hingga
akhirnya…sekitar satu tahun yang lalu, ibunya Kikyo meninggal dunia.
Kikyo
tahu bahwa ibunya memiliki utang pada Tuan Dae. Ibunya pernah bercerita padanya
waktu itu. Dikarenakan suatu urgensi, ibunya harus meminjam uang pada Tuan Dae.
Total utangnya adalah 400.000 Hye.
Jadi,
karena Kikyo tahu soal eksistensi utang ini, maka diam-diam Kikyo sebetulnya
sedang berusaha untuk mengumpulkan uang agar bisa membayar utang itu. Jam 4
pagi, Kikyo akan pergi ke pasar yang dekat dengan Desa Heizhou untuk menjadi asisten
dari seorang penjual buah yang bernama Ibu Jinyi. Desa Heizhou berada di barat
lautnya Istana Hanju.
Kikyo
pun menunduk. Tatapan matanya terlihat sedikit sendu untuk sejenak, kemudian
Kikyo menghela napas.
Tatkala
Kikyo menatap Tuan Dae lagi, Kikyo pun mulai menjawab.
“Uangnya
belum cukup, Tuan. Aku sedang mengumpulkannya.”
Kikyo
sudah siap dengan apa pun yang akan dikatakan oleh Tuan Dae. Kikyo siap
menghadapi apa pun reaksi Tuan Dae terhadap jawabannya. Mau bagaimana lagi? Begitulah
kenyataannya.
Akan
tetapi, alih-alih bereaksi buruk, Tuan Dae justru tersenyum. Pria paruh
baya itu seakan bernapas lega, matanya menatap Kikyo seakan ia sudah
benar-benar tak sabar ingin memberitahukan sesuatu.
Meski
Kikyo merasa heran bukan main—sampai menyatukan alisnya secara terang-terangan
di depan Tuan Dae—Kikyo tetap diam. Dia menunggu Tuan Dae berbicara.
Apa
yang dikatakan oleh Tuan Dae selanjutnya sangatlah mengejutkan.
“Aku
punya tawaran untukmu,” ujar Tuan Dae. “Satu hal saja. Jika kau setuju untuk
melakukannya, maka semua utang ibumu akan kuanggap telah lunas.”
Kikyo
kontan menaikkan alisnya. Dia lantas menatap Tuan Dae dengan penuh selidik.
Jangan sampai Tuan Dae bermaksud untuk menyuruhnya melakukan hal yang
tidak-tidak, misalnya menyuruhnya untuk menjadi gundik atau semacamnya.
Meskipun
curiga, Kikyo akhirnya tetap bertanya, “Tawaran apa, Tuan?”
Tuan
Dae tersenyum simpul. “Kau tahu bahwa aku adalah suruhan Menteri Perpajakan,
bukan?”
Kikyo
mengangguk. “Iya, aku tahu.”
Mendengar
jawaban dari Kikyo itu, Tuan Dae pun mengangguk. Mereka saling mengonfirmasi.
“Nah, karena aku adalah suruhan Menteri Perpajakan, Bapak Menteri menyuruhku
untuk mencari seorang perempuan yang akan ditugaskan untuk menyusup ke Istana Kerajaan
Seiju.”
Kikyo
kontan melebarkan mata. Kerutan di dahinya masih terlihat. Dia masih kurang
yakin dengan apa yang baru saja dia dengar. “Eh? Kerajaan Seiju?”
Tuan
Dae mengangguk satu kali. “Iya. Kabarnya, raja yang memimpin Seiju saat ini
sangatlah kuat. Dia baru bertakhta selama empat tahun, tetapi sudah berhasil
membuat Seiju menjadi daerah yang sangat makmur. Seiju mengalami kemajuan yang
pesat, padahal Seiju tidak memiliki begitu banyak lahan pertanian seperti
Hanju. Mereka juga tidak memiliki laut; mereka hanya mengandalkan Hutan
Cheongdae. Kerajaan Seiju unggul di bagian militernya. Pasukan militernya kuat,
persenjataan mereka juga banyak dan lengkap.”
Kikyo
memiringkan kepalanya, alisnya menyatu. “Jadi?”
“Jadi,
Kerajaan Hanju perlu tahu rahasianya. Kerajaan kita perlu tahu apa rahasia dari
Raja Seiju agar bisa meruntuhkan kekuasaannya.”
Kikyo
jelas saja menganga, Matanya melebar penuh. “Ap—”
“Dia,
Raja Seiju, dikabarkan akan mampu menjadi…atau mampu membuat sebuah
kekaisaran. Kekaisaran yang akan menguasai seluruh kerajaan yang ada di Haewa.
Jadi, dia berkuasa atas Haewa, sama seperti raja-raja Kerajaan Haewa dahulu
kala.”
Ah,
ini seperti legenda yang diceritakan oleh neneknya Kikyo dahulu.
Kikyo
menggeleng tak habis pikir, wajah Kikyo sama sekali tidak terlihat santai.
Matanya masih melebar. Dahinya berkerut. Mendengar kabar soal Raja Seiju ini
jelas sangat mengejutkan baginya yang selama ini tidak begitu peduli soal
pemerintahan. Namun, dibandingkan karena kabar itu, Kikyo lebih merasa tak
tenang karena memikirkan bahwa kemungkinan besar Tuan Dae akan menyarankannya
untuk menjadi ‘perempuan yang akan menyusup ke Istana Kerajaan Seiju’ itu.
Gila.
Bisa-bisa dia mati kalau ketahuan! Seiju adalah daerah yang memiliki
militer terkuat. Kalau suatu hari nanti dia ketahuan sedang memata-matai Seiju,
maka tamatlah riwayatnya! Lagi pula, mencari informasi tentang seorang raja
tentulah tidak mudah. Orang yang sedang kita bicarakan ini adalah seorang
raja! Apalagi, Raja Seiju yang sekarang dikabarkan sangatlah kuat. Mustahil
bagi Kikyo untuk memata-matainya, bukan? Kalaupun Kikyo menyusup ke Istana Kerajaan
Seiju, kemungkinan dia bisa bertemu dengan Raja Seiju itu tetaplah kecil,
kecuali kalau dia adalah dayang yang bekerja di kediaman raja atau di kediaman
keluarga inti raja.
Tuan
Dae pun menatap Kikyo lurus-lurus. Mimik wajahnya terlihat begitu serius.
“Apakah
kau mau menyusup ke Istana Kerajaan Seiju, Kikyo?”
Nah.
Pertanyaan ini ternyata benar-benar keluar dari mulut Tuan Dae.
Napas
Kikyo seolah terhenti sejenak. Rasanya seperti ada yang memukul bagian dada
Kikyo hingga Kikyo jadi berhenti bernapas untuk beberapa detik lamanya.
Setelah
menemukan napasnya kembali, Kikyo pun menggeleng tak percaya. Ekspresi wajahnya
blank. “Tuan Dae, apakah kau serius? Lagi pula, bagaimana caraku
menyusup ke sana?”
Tuan
Dae menjawab, “Begini. Dua bulan kedepan akan diadakan pemilihan dayang-dayang
di Istana Kerajaan Seiju. Kau harus ikut pemilihan itu dan masuk ke Kerajaan
Seiju sebagai seorang dayang.”
“Dayang?”
Kikyo ingin memastikan pendengarannya. “Tapi aku tidak terlatih sebagai
seorang dayang. Dayang istana harus memiliki keterampilan yang luar biasa.
Mereka harus mengetahui banyak hal agar bisa diterima. Aku bahkan tidak bisa
baca tulis!”
Tuan
Dae tersenyum. “Jangan khawatir. Bapak Menteri sudah menduga hal ini; dia
memiliki seorang kenalan. Seorang tutor. Tutor itulah yang akan mengajarkanmu tentang
sejarah Seiju, mengajarkanmu menjahit, menyulam, baca tulis, kosakata Seiju, membaca
buku klasik, dan tata krama.”
Kikyo
tertegun.
Ini…seriusan?
Semuanya sudah disiapkan.
“Perihal
tesnya itu…” lanjut Tuan Dae. “kira-kira begini. Peringkat seorang dayang akan ditentukan
dari seberapa tinggi hasil tesnya. Semakin tinggi hasil tesnya, maka
peringkatnya akan semakin tinggi. Jika peringkatnya tinggi, maka dayang
tersebut akan ditempatkan di kediaman raja, ratu, ibu suri, putri,
pangeran, atau anggota-anggota kerajaan lainnya yang ada di istana tersebut.”
Kikyo
masih mendengarkan penjelasan dari Tuan Dae.
“Dayang-dayang
yang menunggu di kediaman keluarga kerajaan itu…hampir mirip seperti di
Kerajaan Eropa. Kau tahu ladies in waiting?”
Kikyo
mengangguk perlahan.
Tuan
Dae juga ikut mengangguk. “Hm. Kira-kira seperti itu. Akan tetapi, ladies in
waiting yang melayani keluarga inti kerajaan itu diambil dari anak-anak
bangsawan. Maka dari itu, Bapak Menteri bilang, incar saja posisi dayang yang tugasnya
bersih-bersih di kediaman keluarga kerajaan yang bukan keluarga inti.
Begitu saja tidak apa-apa. Biasanya skor dayang yang bersih-bersih itu lebih
rendah daripada dayang yang menjadi ladies in waiting. Jadi, kau tidak akan
merasa terlalu berat saat tesnya nanti, soalnya kau hanya punya waktu untuk
belajar selama dua bulan. Kalau kau setuju, maka percantik dirimu juga, ya. Kau
sudah cantik, tetapi kau tidak berdandan sama sekali. Untuk menjadi dayang yang
disukai, kau harus berparas cantik.”
Hah?
Apa-apaan?
Meski
telah diiming-imingi dengan banyak kemudahan seperti itu, Kikyo pada akhirnya
tetap menggeleng. Dia mengerutkan dahinya sepanjang waktu; banyak sekali hal
yang mampir di kepalanya. Seakan memperingatinya, memberinya gambaran, dan
memaksanya untuk berhati-hati. Banyak hal yang harus dia pikirkan di sini,
terutama keselamatannya sendiri.
Akhirnya,
setelah beberapa detik terdiam, Kikyo pun mulai bersuara, “Tuan Dae. Aku bisa
mati kalau ketahuan oleh orang-orang Seiju. Aku ingin melunasi utang Ibu,
tetapi kalau begini caranya aku juga akan ikut-ikutan meninggal.”
Tuan
Dae terkekeh, kepalanya tertunduk sejenak tatkala melakukan itu. Setelahnya,
Tuan Dae menatap Kikyo lagi. Kali ini dengan ekspresi wajah yang terlihat lebih
santai. “Selagi kau tidak menunjukkan gerak-gerik yang aneh; selagi kau tutup
mulut, maka kau akan aman. Bapak Menteri berpesan padaku untuk menyampaikan hal
ini kepadamu: kau tidak akan disuruh untuk melakukan banyak hal. Kau tidak
disuruh ini itu, melainkan hanya memberikan informasi kepada kami, pihak
Kerajaan Hanju. Berikan informasi apa pun yang kau dapat kepada kami saat kau
pulang ke sini setiap tahunnya atau beberapa bulan sekali. Kerajaan Hanju akan
melindungimu.”
Kedua
mata Kikyo semakin melebar. Dia benar-benar sudah dipilih untuk menyusup ke
Kerajaan Seiju. Apakah Tuan Dae telah merekomendasikan Kikyo kepada Menteri
Perpajakan karena ibunya Kikyo punya utang padanya?
Namun,
mendengar pesan dari Menteri Perpajakan, Kikyo pun jadi berpikir. Sebenarnya,
apabila ia berhati-hati, ini adalah tugas yang sangat simpel. Dia tidak disuruh
banyak hal. Informasi yang didapat pun boleh diberitahu satu tahun sekali atau
beberapa bulan sekali ketika pulang ke Hanju.
Bagaimana
ini? Dia mulai goyah. Tawaran ini semakin lama semakin terdengar simpel.
Kehidupan Kikyo juga akan terjamin jika ia tinggal di Istana Seiju. Dia bisa
makan tiga kali sehari. Gajinya juga pasti besar.
Kalau
ia memilih untuk tetap melunasi utang ibunya dengan cara mencari uang, butuh
dua tahun penuh baginya untuk benar-benar bisa mengumpulkan uang sebanyak itu,
terutama ia hanya bekerja sebagai asisten dari seorang penjual buah di pasar.
Dia belum mendapat pekerjaan tetap. Selama ini Ibu selalu melarangnya untuk
bekerja, Ibu selalu berencana untuk menikahkannya dengan seorang laki-laki yang
mapan agar ia tak perlu banting tulang seperti Ibu. Jika dia masih bekerja
sebagai asisten penjual buah, uang untuk membayar utang itu memang akan
terkumpul selama dua tahun lamanya, tetapi itu dengan catatan bahwa ia hanya
bisa makan satu kali sehari. Hidupnya akan sangat sulit.
Pertandingan-pertandingan gulat tidaklah memberikan hadiah yang banyak,
terutama pertandingan itu dilaksanakan dua minggu sekali. Itu hanya bisa
dijadikan sebagai hobi.
Maka
dari itu, tawaran ini…terdengar…
Bagus.
Akan
tetapi, tetap saja. Kikyo harus memastikan sumber kegelisahannya ini sekali
lagi.
Menatap
Tuan Dae dengan bersungguh-sungguh, Kikyo pun mengepalkan kedua tangannya yang
ada di kedua sisi tubuhnya.
Gadis
itu pun mulai bersuara. Dia berbicara dengan serius; dia memusatkan segala
atensinya kepada Tuan Dae.
“Aku
benar-benar akan dijaga, ‘kan, Tuan?”
Tuan
Dae, yang mendengarkan pertanyaan dari Kikyo itu, lantas mengembangkan
senyumnya.
“Benar,
Kikyo. Kalau kau setuju, besok pagi kau akan dijemput dan langsung pergi
ke Istana Kerajaan Hanju untuk menemui Menteri Perpajakan dan juga Raja Zyran.”
Kontan
saja mata Kikyo terbelalak.
Dia
akan dibawa ke Istana Kerajaan Hanju besok pagi?!
Demi
Tuhan, itu akan menjadi pertama kalinya dia masuk ke Istana Kerajaan daerahnya
sendiri. Dia pun akan bertemu dengan Menteri Perpajakan…dan juga Raja Zyran!
Raja dari kerajaan mereka.
Jantung
Kikyo berdegup kencang. Siapa sangka jalan hidup Kikyo akan menjadi seperti
ini? Siapa sangka hidup Kikyo malah berjalan ke arah yang tidak disangka-sangka
seperti ini? Tergantung apa jawaban Kikyo kelak, hidupnya mungkin akan berubah
180 derajat.
“Bagaimana,
Kikyo?” tanya Tuan Dae setelah mereka diam selama beberapa detik. “Apa kau setuju?”
Kikyo
pun menundukkan kepalanya sejenak. Dia menatap tanah tempatnya berpijak itu selama
beberapa detik. Pandangan matanya lama-lama jadi agak berbayang karena tidak
fokus. Ia sedang tidak fokus melihat, melainkan sedang fokus meninjau
segala hal yang mampir ke kepalanya.
Setelah
itu, Kikyo pun semakin mengepalkan kedua tangannya.
Pada
akhirnya, enam detik kemudian…Kikyo pun mengangkat kepalanya kembali. Gadis itu
kini menatap Tuan Dae dengan yakin. Ada kilatan tekad di iris
mata jernih milik gadis itu yang berwarna hitam kecoklatan.
“Baiklah,
Tuan. Aku akan melakukannya.” []
******
Note: Kikyo adalah seorang gadis yang berambut hitam panjang. Agak sulit untuk mencari foto-foto di internet yang wajahnya selalu sama seperti Kikyo yang ada di bayanganku, apalagi dengan pakaian yang selalu tradisional. Akan tetapi, kalau aku memasang sebuah foto gadis muda yang berambut hitam panjang, intinya Kikyo kurang lebih sedang berpakaian seperti itu di episode tersebut, walau wajahnya nggak mirip.
Wajah Kikyo itu kurang lebih seperti art yang ini:
Gini, ya.
Jadi, kalau misalnya aku meletakkan sebuah foto seorang gadis berambut hitam panjang yang usianya muda, itu adalah Kikyo. Cuma kadang mukanya ga mirip seperti art ini dan kalau ga mirip, berarti aku menaruh foto itu karena Kikyo tengah memakai pakaian yang sama di chapter tersebut. Untuk wajahnya tetap bayangkan wajah art yang di atas ini aja.
Contoh, ini pakaian Kikyo saat gulat di chapter ini:
No comments:
Post a Comment