Chapter
4 (End) :
Ours
******
Author:
SATU
BULAN KEMUDIAN
SEBUAH paket
berupa kotak kado telah datang ke ruangan departemen yang dipimpin oleh Peter.
Para karyawan langsung berkumpul untuk mengelilingi kotak itu. Mereka semua
mulai berbisik, menanyakan apakah gerangan isi kotak kado yang cantik itu dan
salah satu karyawan akhirnya berinisiatif untuk membuka kotak itu.
Betapa
terkejutnya mereka semua ketika melihat ada puluhan amplop di dalam kotak itu.
Satu per satu dari mereka mengambil amplop itu dan melihat bahwa ternyata
amplop itu berisi undangan pernikahan.
Namun,
bukan itu masalahnya.
Mereka
semua histeris, menganga, dan bahkan ada yang langsung heboh berlari ke luar
dan memberi tahu ke mana-mana. Semuanya benar-benar berisik tatkala mengetahui
bahwa undangan itu adalah undangan pernikahan antara Elvis
Francisco dan Shay Evelyn.
"OH,
TUHAN!! SEJAK KAPAN MEREKA SALING KENAL?!!"
"MENGAPA
TIBA-TIBA MENIKAH? APAKAH MEREKA DIJODOHKAN?!"
"SETAHUKU
SHAY TAK KENAL DENGAN ELVIS SI TAMPAN ITU!!"
"Mereka
berdua sebenarnya cocok, sih, tetapi kok bisa?!"
"Wow! Ini
menarik."
Mendadak
seisi ruangan itu jadi ribut.
******
Shay:
Elvis
mendorongku ke ranjang. Ciumannya di leherku kini terasa semakin bergairah.
Napas kami bersusulan dan ia mulai mengangkat kedua tanganku hingga ke bagian
atas kepalaku dan menggenggamnya. Kurasakan cincin pernikahan kami berbenturan
kecil dan hal itu membuatku tersenyum.
Aku
mendesah saat Elvis meremas payudaraku; ukuran milikku memang pas sekali di
tangannya. Ia mengerang saat kuremas rambutnya.
Kami
sudah menikah. Elvis benar-benar overprotective padaku sepanjang
hari sejak saat itu, sejak ia tahu bahwa aku hamil. Namun, meskipun begitu, ia
tetap tak dapat menahan hasratnya sejak sepanjang acara pernikahan kami
seharian ini. Ia tetap menantikan malam pertama kami.
Elvis
memukul pahaku dan aku terperanjat. Mulutku terbuka dan Elvis langsung mencium
bibirku dan memasukkan lidahnya ke dalam mulutku. Lidah kami saling bermain dan
mengisi kekosongan di mulut masing-masing. Aku terengah-engah, saliva kami
bertukar dan dia kini dengan tergesa memasukkan dua jarinya ke dalam
kewanitaanku.
Aku
mengerang. Sial! Dia menyiksaku dan aku hanya bisa meremas
lengannya yang berotot itu. Dia masih mengunci kedua tanganku—di atas kepalaku—dengan
sebelah tangannya, sementara sebelah tangannya lagi tetap bermain di daerah
kewanitaanku. Aku menggelinjang dan desahanku semakin tak terkontrol.
Mungkin
dia pun sudah tak dapat menahan hasratnya karena setelah mendengar desahanku
yang semakin menggila itu, dia langsung mengumpat dan memasukkan miliknya ke
dalam milikku. Dia menyetubuhiku dengan tanpa ampun. Tubuhku terentak-entak ke
atas dan mulutnya mencari payudaraku, kemudian ia mengulum puting payudaraku
dengan lihai. Kurasa aku sudah tak mampu memikirkan apa pun lagi selain dirinya.
Ini membuatku gila.
Dia
terus mendorong miliknya ke dalamku dan gerakan tangannya terasa semakin liar.
Hingga suatu saat, ketika kami berdua telah bermandikan peluh, aku merasa
orgasmeku sudah semakin dekat. Aku juga tahu bahwa miliknya telah membengkak
dan sepertinya dia akan orgasme. Aku mencengkeram lengannya dan dia meletakkan
kepalanya di ceruk leherku.
"Say
my name, Baby," bisiknya. Dia mengerang.
Aku
menggigit bibirku. Ketika kurasa orgasmeku telah semakin dekat dan semakin tak
tertahankan, aku lantas berteriak kuat.
"ELVIS!!"
Aku
keluar bersamaan dengannya. Kurasakan cairannya mengalir ke dalamku. Rasanya
hangat sekali. Aku terengah-engah, napas kami terdengar bersusulan dan bagiku
saat-saat seperti ini merupakan momen yang terintens di antara kami berdua.
Setiap kali kami berhubungan seks, inilah momen yang paling intens di antara
kami berdua.
Elvis
tersenyum dan mencium keningku. Ia langsung berguling ke sampingku dan memeluk
pinggangku dengan posesif setelah sebelumnya menyempatkan diri untuk mencium
perutku. Mungkin itu adalah ciuman untuk calon anak kami.
Aku
menghadap ke arahnya dan memeluk lehernya. Aku lelah, tetapi aku tetap berusaha
untuk tersenyum padanya. Lagi pula, aku sedang bahagia, di luar kenyataan bahwa
aku masih lelah sehabis acara pernikahan kami yang berlangsung nyaris seharian
dan Elvis yang langsung menyetubuhiku.
"Besok
aku akan langsung bekerja kembali," ujarku pada Elvis. Elvis yang tadinya
memandangku dengan penuh kasih sayang, kini jadi menatapku dengan mata yang menyipit
tajam. Mendadak ekspresinya jadi dingin.
"Tidak,
Shay. Mulai sekarang biar aku saja yang bekerja. Lagi pula, kau sedang hamil.
Berhenti membuatku khawatir padamu," ujarnya.
Aku
mengernyitkan dahi. Well, aku memang suka dia peduli padaku, tetapi
sifat dinginnya tetaplah tak berubah. Dia juga jadi overprotective.
"Elvis,
aku bisa bekerja. Jangan menghentikanku karena aku suka pekerjaanku."
"Kau
suka pekerjaanmu atau suka bertemu dengan Peter?" tanyanya dengan nada
tajam, matanya menatapku dengan tatapan menyelidik. Namun, aku justru tertawa.
"Sudahlah,
Peter sudah kutolak. Dia tak ada hubungannya."
"Ada,
Shay. Jangan mengelak." Elvis masih menatapku dengan tatapan tajamnya.
Aku
tertawa lagi. Aku mencubit hidung Elvis membuat Elvis menyatukan alisnya.
Setelah itu, Elvis meraih tubuhku dan memelukku. Aku mengendus dadanya dan dia
mencium puncak kepalaku.
"Aku
akan menjagamu seumur hidupku," ujarnya. "Maafkan kesalahanku selama
ini, ya. I love you as always, Shay."
Aku
tersenyum.
"I
love you too, Elvis."
******
Author:
"Hah,
ini menyebalkan, padahal aku mencintainya," ujar Peter saat Elvis
berhadapan dengannya.
Elvis
mendengkus dan membuang wajah. Namun, kemudian Elvis menoleh kepada Peter dan memberikan
tatapan yang tajam padanya.
"Jangan
dekati dia lagi. Dia itu istriku."
"Aku
salut padamu. Selama ini kau bahkan tak dekat dengan Shay. Kau juga terkenal
dingin di kantor. Saat kudengar dari Shay bahwa kalian sudah lama berhubungan,
aku benar-benar terkejut," ujar Peter. "Maksudku, bagaimana
bisa? Selain itu, bagaimana bisa kau menyuruhnya untuk sepakat bahwa
kalian harus menjalani hubungan tanpa komitmen? Apalagi kalian sering
berhubungan 'itu'. Yah, kau tahulah maksudku. Aku tak begitu
kenal denganmu, tetapi bisa kupastikan bahwa kau itu gila."
Elvis
hanya diam dan masih menatap Peter dengan tatapan tajam.
Peter
kemudian menghela napas. Pria itu mendekati Elvis dan menepuk bahu Elvis,
membuat Elvis menatap bahunya sendiri seraya mengernyitkan dahi, kemudian Elvis
kembali menatap pria itu.
Peter
tersenyum manis, senyuman itu sampai membuat matanya tertutup seolah ikut
tersenyum. Itu senyuman ramah yang biasa Peter tunjukkan kepada siapa pun.
"Namun...ya
sudahlah. Meskipun aku ditolak, lalu ditinggal menikah oleh My
Sweety Shay, mulai sekarang aku akan memercayakan dia kepadamu. Jaga
dia dan sayangi dia, Elvis. Jangan pernah lepaskan dia. Pedulikan dia."
Elvis
menatap Peter dengan mata yang menyipit tajam selama beberapa detik. Setelah
itu, Elvis mendengkus dan melepaskan tangan Peter dari bahunya.
"Kau
tak perlu mengatakan itu," jawab Elvis dingin.
******
Shay:
Aku
sedang bersiap mengambil tasku ketika tiba-tiba kudengar ada teriakan kekaguman
yang tertahan dari para perempuan yang seruangan denganku. Setelah itu, mereka
semua mulai berteriak dengan heboh. Hal itu membuatku mengernyitkan dahi dan aku
kontan memanjangkan leherku untuk menatap ke depan.
Mataku
terbelalak saat melihat sosok tampan Elvis dengan pakaian kerjanya tengah
melangkah menghampiriku. Tatapannya dingin seperti biasa, tetapi hal ini
membuatku terkejut karena sepertinya dia ingin menemuiku. Ia menenteng tas kerja
beserta jasnya di lengan kirinya. Hal itu membuat semua perempuan mulai
berteriak kagum saat melihatnya menghampiri kubikelku.
Aku
memperhatikan Elvis dengan alis yang menyatu sampai Elvis benar-benar sampai di
kubikelku.
"Ayo
pulang," ajak Elvis. Aku berkedip dan meneguk ludahku. Aku langsung
mengangguk—meskipun dengan kaku—karena aku sedikit heran. Jelas saja
orang-orang di sini terlihat excited, masalahnya ini adalah pertama
kalinya Elvis menghampiriku. Aku sendiri heran!
Ya...wajar
saja, sih, dia menjemputku. Kini aku adalah istrinya dan tak ada lagi yang
perlu kami sembunyikan.
Aku
meraih tasku, berdiri, dan Elvis langsung menggenggam tanganku. Dia mencium
keningku saat aku berdiri berhadapan dengannya. Kudengar para perempuan
bersorak kagum di sekeliling kami. Pipiku merona.
Namun,
entahlah apa yang terjadi dengan para wanita yang mengagumi Elvis dan
melarang siapa pun untuk mendekati Elvis. Apa mereka mengamuk tatkala mendengar
soal pernikahan kami?
Ya...sudahlah.
Aku tak peduli.
Elvis
langsung membawaku keluar dari kantor. Sepanjang jalan, teriakan kagum dan
kalimat selamat terus menghadiahi kami. Aku hanya berterima kasih dan
mengangguk pada mereka, begitu pula Elvis.
Saat
sampai di tempat parkir, Elvis memasukkanku terlebih dahulu di jok yang ada di samping
jok pengemudi dan ia pun menutup pintu yang ada di sebelahku. Ia telah
memakaikan seat-belt di tubuhku sebelum menutup pintu itu. Elvis
lalu memutari mobilnya lewat depan dan akhirnya ia duduk di jok pengemudi.
Sebelum
memasukkan kunci mobilnya, ia menoleh ke arahku.
"Apa
kau sudah makan? Kau harus makan. Ayo kita pergi ke restaurant yang
ada di dekat sini," katanya.
Aku
menatapnya dan mengedikkan bahu. "Baiklah."
Namun,
tiba-tiba dia tersenyum padaku. Aku terperangah.
Oh,
astaga. Aku sangat terpesona. Dia jarang tersenyum dengan manis seperti itu.
Akan
tetapi, aku mencoba untuk menggelengkan kepalaku dan tetap fokus. Setelah itu,
aku mengernyitkan dahi dan memasang ekspresi heran.
"Ada
apa?"
Dia
kemudian memelukku dengan pelan. Pelukannya terasa begitu hangat. Wangi
tubuhnya nyaris memabukkanku dan aku lantas balas memeluknya.
Kurasakan
dia mencium puncak kepalaku dan tersenyum di sana.
"Terima
kasih karena telah ada di dalam hidupku, Shay," ujarnya dengan suara
seraknya yang terdengar seksi. "dan terima kasih karena telah mengandung
anak kita. Kau adalah hartaku yang paling berharga."
Aku
tersenyum manis.
"Kau
juga, Elvis. Aku beruntung sekali bisa memiliki suami sepertimu. Aku
mencintaimu."
Elvis
terkekeh. Dia adalah pria yang selalu bersikap dingin, tetapi sekarang dia
benar-benar bersikap hangat kepadaku. Semenjak kami menikah...sifat dinginnya
perlahan-lahan menghilang. Kenyataan bahwa dia hanya bersikap seperti itu
kepadaku pun membuatku jadi benar-benar bahagia.
"Every
love story is beautiful," ujar Elvis dengan
lirih. "but ours is my favorite."
Aku
tertawa. Aku memukul lengannya, tetapi dia malah memelukku semakin erat. Pelukan
itu terasa semakin hangat.
Kini
aku tahu bahwa Tuhan menyatukanku dan Elvis dengan cara yang unik. Kami tak
bisa memprediksinya sama sekali. Semua orang di bumi ini akan memiliki kisah
cintanya masing-masing, tetapi kisah cintamu sendiri…akan kau anggap lebih unik
daripada kisah cinta siapa pun.
Kisah
cinta itulah yang akan menjadi hal terindah yang pernah ada di dalam hidupmu.
[]
END.
******
No comments:
Post a Comment