Sunday, July 20, 2025

Because of Ticket! (Bab 14: School Camp)

 


******

Bab 14 :

School Camp

 

******

 

MATA Nadya membelalak. Pipi Nadya langsung merona karena ia kini tahu apa maksud Mama Rachel. Ia kini paham mengapa ia harus ‘berhati-hati’ pada Aldo. Ia juga tak bisa bergerak saat ini. Aldo tersenyum manis padanya seolah-olah saat ini ia adalah makhluk yang paling cowok itu sukai. Akan tetapi, di bawah tatapan mata cowok itu, ia hanya bisa gugup, merona, dan mencoba untuk berbicara meski rasanya lidahnya kelu.

 

“Tapi...kamu bener-bener nggak mikir apa-apa, ya, masuk ke kamar cowok...yang jatuh cinta sama kamu? Mama udah peringatin kamu, lho.”

 

Suara Aldo itu terngiang-ngiang di telinga Nadya, membuat cewek itu meneguk ludahnya. Ia sadar kalau sekarang pikirannya sudah ke mana-mana dan rasanya ia malu sekali. Apa ia terlalu banyak berpikir? Namun, ia juga sudah melihat sisi Aldo yang...lain. His dark side…that can control you until you lose your mind.

Duh, mengapa Aldo selalu bisa membuat Nadya salah tingkah?

Nadya berbicara dengan bibir yang bergetar karena malu bukan main, "A—Aldo, aku—"

"Hm?" Aldo mendekatkan wajahnya ke wajah Nadya dan berdeham lirih. Dengan wajah tampannya itu, dia memamerkan senyum manisnya. Rasanya jantung Nadya ingin meledak. Tunggu—degupannya terdengar sangat kencang!

Diam-diam…Aldo terpesona. Pipi Nadya yang memerah itu telah menjadi hal yang paling lucu dan paling ia sukai, terutama saat Nadya menggigit bibir dan bergerak dengan gelisah di depannya.

 

Sial. Aku mau cium kamu, Nad...

 

"Nad?" panggil Aldo sekali lagi, cowok itu menarik dagu Nadya hanya untuk melihat wajah gadis itu dengan lebih jelas. Mulut gadis itu terbuka (dia ingin mengatakan sesuatu), tetapi bibirnya bergetar.

Melihat Nadya yang selucu itu, Aldo melebarkan mata. Ia tak menyangka pipi Nadya akan merona sampai seperti itu.

…dan ujung-ujungnya, Aldo tak bisa menahan dirinya lagi.

Cowok itu tiba-tiba menunduk. Rahangnya mengeras. Nadya jadi bingung sendiri. Mengapa Aldo menunduk seperti itu setelah melihat wajahnya? Jangan-jangan…Nadya kelihatan jelek banget?

 

Tapi aku, kan…emang jelek...

 

"Stop, Nad," ujar Aldo tiba-tiba. Hal itu membuat Nadya langsung melebarkan mata.

"Stop liat aku dengan ekspresi kayak gitu. Aku bisa gila. Kalo kamu nggak mau tanggung jawab, kamu harus stop pasang ekspresi kayak gitu," ujar Aldo. Cowok itu langsung mencium bibir Nadya dengan intens. Jantung Nadya seolah-olah berhenti berdetak. Aldo menarik leher Nadya; cowok itu benar-benar mengimpit Nadya ke dinding agar tak bisa melepaskan diri darinya.

Nadya menutup matanya kuat-kuat karena sepertinya ia takkan kuat jika harus melihat wajah Aldo yang kini sedang mencium bibirnya. Ia bisa meledak; suhu tubuhnya mendadak naik karena Aldo.

Selain itu, hal yang membuat Nadya semakin malu adalah: fakta bahwa mereka sekarang ada di kamar Aldo. Aldo melakukan hal seperti ini di kamar cowok itu bersama Nadya.

Kalo...kalo Mama Rachel liat atau manggil mereka...gimana?!

 

******

 

Hari ini, SMA Kusuma Bangsa berangkat ke SMANSA Jakarta untuk melaksanakan pertandingan persahabatan yang sudah dipersiapkan sejak jauh hari. Saat mereka sudah masuk ke area SMANSA, banyak sekolah yang sudah sampai di sana dan mulai membangun kemah mereka masing-masing. Sementara itu, para siswa SMA Kusuma Bangsa—yang ikut sebagai perwakilan sekolah—langsung membangun tenda mereka sekaligus tenda untuk para siswi. Guru yang menemani mereka langsung pergi berkumpul dengan guru dari sekolah-sekolah lain.

Upacara pembukaan sebentar lagi dimulai.

"Nad, sini tasnya," ujar Aldo saat Nadya sedang duduk bersama cewek-cewek lain di tempat di mana tenda mereka akan dibangun. Aldo mendatangi Nadya dan hal itu tentu dilihat oleh banyak orang di sana.

Nggak bohong, SMA Kusuma Bangsa sebenarnya baru datang, tetapi Aldo yang bule itu sudah menarik perhatian para siswi dari sekolah-sekolah lain. Banyak yang melihat ke arah mereka, sengaja lewat sana, bisik-bisik, dan kejar-kejaran di sekitaran area itu—hanya untuk menarik perhatian cowok-cowok SMA Kusuma Bangsa—terutama Aldo.

"Lho, udah selesai ya, Do?" tanya Tari. Dia ikut sebagai salah satu perwakilan untuk voli perempuan.

"Udah, tapi karena mau upacara, mendingan taruh tas dulu aja," ujar Aldo seraya mendekati Nadya. Nadya mengerjap—begitu melihat Aldo ada di dekatnya—lalu cewek itu mengangguk pelan dan memberikan tasnya.

"Kamu tidur di tengah-tengah aja sama Tari. Jangan di pinggir. Biar aku yang naruh tas kamu," ujar Aldo. Aldo pun meminta tas Tari demi menetapkan posisi tidur mereka berdua.

"Tar, jaga Nadya," lanjut Aldo. Tari mengangguk singkat dan mengacungkan jempolnya pada Aldo yang mulai masuk ke tenda.

"Bah, kapan gue punya pacar kayak Aldo, yak? Haha!" Tari tertawa, lalu ia memegang tangan Nadya dan mengajak Nadya untuk pergi ke tengah lapangan upacara. Mereka berdua mulai ikut berbaris. Tak lama kemudian, para cowok yang tadinya sedang membangun tenda mulai ikut berbaris. Upacara pembukaan dilaksanakan dengan formal, dengan tari persembahan dari tuan rumah alias SMANSA, lalu ditutup dengan peresmian dibukanya acara pertandingan persahabatan. Peresmian itu dilakukan dengan memotong pita dan memecahkan balon di udara.

 

******

 

Hari sudah siang. Pertandingan pertama akan dilaksanakan setelah makan siang. Dalam pertandingan persahabatan itu, para murid diberi makan dengan teratur (ada bagian konsumsinya). Berhubung semua sekolah yang ikut ke pertandingan persahabatan itu termasuk sekolah-sekolah yang bagus, acaranya diatur dengan sangat baik.

Saat itu, Nadya sedang mendengarkan obrolan Tari serta para kakak dan adik kelas. Mereka tertawa riang; ada yang sudah mulai makan siang dan ada yang malah sempat-sempatnya menggosipkan cewek-cewek dari sekolah lain yang centil di depan para cowok di sekolah mereka (terutama Aldo). Mereka mendadak jadi cari perhatian. Semua itu demi dilihat oleh pentolan SMA Kusuma Bangsa…yang tak lain dan tak bukan adalah Aldo.

Nadya hanya diam dan mendengarkan omongan mereka dengan senyum gugup. Nadya sebenarnya pacarnya Aldo, tetapi Nadya tak pernah ambil pusing, bahkan tak pernah memperhatikan hal-hal seperti itu. Nadya kagum sama mereka yang memperhatikan semua itu, sampai-sampai Nadya jadi kikuk sendiri. Nadya baru sadar kalau omongan Aldo itu benar, yaitu: Nadya nggak ikut merasakan hal yang terjadi di sekitarnya.

Padahal, bagi Nadya...dia hanya tidak menaruh perhatian ke hal-hal yang seperti itu.

Sekarang, Nadya tetap banyak diam dan kurang bisa berbaur. Jika ada orang yang baru mengenal Nadya, mereka pasti akan salah sangka dan menganggap bahwa Nadya itu sombong, padahal jika dilihat dari dekat, nyatanya Nadya itu bukan sombong, tetapi pemalu. Hal itu jugalah yang awalnya dirasakan para kakak dan adik kelas yang ikut pertandingan persahabatan ini bersama Nadya sebagai perwakilan cewek dari SMA Kusuma Bangsa. Nyatanya, Nadya tanpa Gita hanyalah butiran debu. Bener, deh! Dia kikuk banget dan tak bisa berbicara bebas dengan teman yang lain selain Gita. Makanya, dia hanya diam dan mendengarkan obrolan cewek-cewek di tenda itu sembari sesekali tersenyum. Dia hanya ikut arus. Jika ditanya, ia akan menjawab. Ke mana pun cewek-cewek itu pergi, mau itu ke kamar mandi, beli es, atau apa pun, ia ikut saja. She is a cute and innocent cinnamon roll.

Sayangnya, Gita enggak ikut pertandingan persahabatan ini. Makanya, Nadya akan mengikuti Tari dan Savanna ke mana pun mereka pergi, soalnya ia merasa kalau Tari dan Savanna adalah cewek yang paling akrab dengannya (jika dibandingkan dengan cewek-cewek lain yang ikut pertandingan persahabatan ini). Selain itu, dari kelasnya juga ada Syakila, tetapi...

Syakila tampaknya masih marah dengan Nadya.

Nadya bisa merasakan kemarahan itu setiap kali Nadya tersenyum padanya ketika berpapasan. Nadya ingin memperbaiki hubungan mereka, tetapi Syakila selalu mengalihkan pandangan saat Nadya mulai tersenyum padanya. Jadi, Nadya bingung mau bagaimana. Mereka tak berbaikan sama sekali meskipun mereka berada di tenda yang sama. Sepertinya, Nadya benar-benar salah dan tak boleh tersenyum seenak itu pada Syakila.

 

Namun...sebentar. Salah Nadya...apa?

 

Mereka ngobrol-ngobrol di dalam tenda sembari makan siang bersama-sama. Nadya duduk di sebelah Savanna; ia dan Savanna adalah perwakilan tari tradisional yang akan diselenggarakan nanti malam.

"Nad, lo mau udang? Gue nggak suka," ujar Savanna sambil cemberut.

Nadya tersenyum dan mengangguk. "Mau, Van."

Tari tertawa kecil, cewek itu juga memberikan Nadya udang miliknya. "Gue juga nggak suka, Nad."

Nadya menganga. "Waduh…Tar, banyak banget—Tari—"

Tari dan Savanna tertawa. Kakak-kakak kelas mulai ikut mengomentari mereka dan tertawa melihat ekspresi Nadya yang matanya membulat melihat udang menumpuk di makan siangnya. Makan bareng-bareng memang paling enak saat sedang kemah seperti ini. Syakila melihat Nadya sejenak dengan ekspresi datar, lalu kembali tertawa bersama kakak-kakak kelas; ia mencoba untuk membahas hal lain agar semua orang tidak fokus pada Nadya.

Tiba-tiba, ‘pintu’ tenda itu tersibak. Ada suara cowok-cowok di depan tenda mereka. Setelah itu, mereka melihat kalau anak-anak cowok itu sudah memakai seragam voli mereka.

Nadya menggigit udangnya, lalu melihat ke arah cowok-cowok itu. Jantung Nadya berdegup kencang saat melihat Aldo ada di sana. Di belakang Aldo, ada Rian dan Adam. Adam menatap Syakila dan mulai berisik menggoda Syakila. Semua orang tertawa; Syakila mengernyitkan dahi dan Rian mulai memiting kepala Adam.

Aldo juga sedang menatap Nadya dan tersenyum. Aldo mendekat ke pintu tenda itu lalu memperlihatkan es teh serta air mineral untuk Nadya sembari tersenyum.

Seluruh cewek di tenda itu mulai menyoraki Nadya dengan 'Cieee!!!', lalu menggoda Nadya, bahkan Tari dan Savanna langsung mendorong-dorong Nadya agar cewek itu berdiri dan menghampiri Aldo sekarang juga. Syakila diam-diam mendengkus.

Nadya sebenarnya tambah malu jika didorong dan digoda seperti gitu. Namun, akhirnya…dengan wajah merona, cewek itu berdiri dan menghampiri Aldo.

Kakak-kakak kelas di tenda itu juga sebenernya fangirling saat melihat Aldo, terutama karena tahu bahwa Ketos yang dulunya nggak pernah keliatan ‘dekat’ sama cewek itu kini justru terlihat sangat romantis kepada ceweknya. Gila, kayaknya Ketos itu sayang banget sama Nadya. Apa ramuan penakluknya, ya?

"Ini. Kalo kurang minumnya," ujar Aldo; cowok itu memberikan minuman yang ia tunjukkan tadi kepada Nadya. Nadya melipat bibirnya.

Malah kelebihan, Aldo...pikir Nadya sembari merona. Kapan, sih, Nadya bisa berhenti merona setiap liat Aldo?

Ketika minuman itu sudah ada di tangan Nadya, Aldo tiba-tiba melebarkan matanya seolah-olah teringat sesuatu. "Oh, ya."

Nadya hanya menatap dengan polosnya saat Aldo merogoh saku celana seragam volinya dan mengeluarkan tiga coklat SilverQueen Chunky Bar, lalu memberikannya kepada Nadya.

"Tadi…kami mampir sebentar ke bazar yang ada di depan sekolah ini. Aku liat coklat dan inget kamu. Kalo kamu udah kenyang, makan coklatnya ntar aja," ujar Aldo tepat setelah coklat-coklat itu ada di tangan Nadya. Nadya menganga.

Nadya suka coklat. Suka banget, malah, dan Aldo tahu soal itu.

"Ntar, abis makan…nonton pertandingan voli putra, ya, Sayang," ujar Aldo. Cowok itu mengusap puncak kepala Nadya sembari tersenyum manis. Aldo menyuruh Nadya untuk kembali masuk ke tenda dan melanjutkan makan siangnya, lalu cowok itu mendekati teman-temannya kembali untuk pergi bersama-sama ke lapangan. Sebenarnya, tadi para cowok itu hanya mengikuti Aldo ke tenda cewek. Mereka tidak ada urusan apa-apa. Namun, sebenarnya ada fakta tentang anak cowok SMA Kusuma Bangsa, yaitu: mereka akan main ke tenda cewek setiap ada kesempatan. Berkumpul di depan tenda cewek karena menurut mereka akan terasa lebih asyik. Namun, ada beberapa cowok yang cuma mau liat cewek-cewek dengan baju sehari-hari mereka selain seragam sekolah.

Sementara itu, cewek-cewek di tenda tersebut mulai bersiul untuk Nadya karena Aldo sangat memanjakannya meskipun dia tak pernah meminta itu. Siulan itu disertai dengan tawa yang kencang, soalnya mereka tahu bahwa Aldo itu...limited edition.

 

******

 

Setelah makan siang, kakak-kakak yang ikut pertandingan voli perempuan mulai bersiap-siap, termasuk Syakila dan Tari. Sementara itu, cewek-cewek yang lain—yang tidak ada kegiatan (termasuk Savanna dan Nadya)—memilih untuk melihat pertandingan voli putra. Nadya hanya ikut-ikut saja dan…sebenarnya...Nadya ingat bahwa Aldo memang menyuruhnya untuk menonton.

Begitu sampai di lapangan voli itu, Nadya pun melihat pertandingan yang sengit antara cowok SMA Kusuma Bangsa dengan SMA...Nadya tak tahu SMA apa itu. Nadya hanya kagum melihat pertandingan itu karena bolanya sulit sekali terjatuh. Emang beda banget, ya…pertandingan voli putra dan putri. Voli putra sering dianggap lebih ‘menantang’ untuk ditonton.

Cowok-cowok itu pasti benar-benar menyukai voli. Mereka berkeringat sangat banyak, tetapi masih tersenyum menikmati permainan voli mereka. Mereka serius dalam melakukan servis dan smash-nya. Tidak ada yang mau mengalah.

Aldo juga terlihat sangat...keren. Aldo sedang ada di posisi tengah saat ini. Nadya tak sadar kalau matanya tak berkedip sama sekali saat melihat Aldo. Aldo...keren banget. Saat SMA Kusuma Bangsa berhasil mencetak angka, banyak cewek-cewek yang bersorak. Semua orang pasti bisa mendengar betapa cewek-cewek itu heboh menanyakan tentang siapa cowok yang ada di tengah itu, siapa cowok bule itu, dan siapa namanya.

Mereka mengatakan itu dengan keras dan juga histerisSavanna tertawa, lalu berbisik pada Nadya yang duduk di sebelahnya. Mereka duduk di kursi panjang yang ada di tepi lapangan voli. "Nad, kalo misalnya mereka tau kalo cowok yang ada di tengah itu udah punya pacar, gimana, ya?" goda Savanna.

Pipi Nadya merona. "Van! Udah, ih!"

Savanna tertawa kencang.

Set pertama selesai dan sebelum kembali memulai set kedua, seluruh peserta voli itu minum sebentar. Tanpa Nadya duga, setelah mengambil air mineralnya, Aldo ternyata berjalan ke arah Nadya. Nadya mulai gugup sendiri. Lah, kok—kok Aldo tahu kalau ada Nadya? Kan ada banyak orang di sini!

Saat semua orang—terutama cewek-cewek— melihat Aldo berjalan menghampiri Nadya, mereka hanya bisa terdiam dan menyimak. Dalam hati, mereka bertanya-tanya:

 

"Itu siapanya?"

"Jangan bilang itu pacarnya? Jangan dah!"

 

"Kenapa nggak duduk di bawah pohon itu aja, Sayang?" ujar Aldo. "Di sini panas."

 

Para cewek yang menonton adegan itu hatinya langsung potek.

 

'Sayang'.

'Sayang'!!!!

Jadi, cewek itu pacarnya?!

 

Pipi Nadya kontan semakin merona. Nadya menggigit bibirnya.

 

Kenapa Aldo harus manggil gitu tiba-tiba, sih...

Di sini, kan…ada banyak orang...

 

"Aku—aku mau sama Savanna, Aldo..." ujar Nadya lirih, bibirnya bergetar karenamenahan salah tingkah. Setelah itu, Aldo mendengar panggilan Rian yang menyuruhnya untuk kembali ke lapangan. Nadya sempat menatap Rian saat Rian memanggil Aldo. Rian menyadari hal itu dan tersenyum pada Nadya; dia mengangguk singkat.

Sejak pacaran sama Aldo, tentu saja Rian dan Adam sering mengajak Nadya berbicara.

Aldo menyahut, lalu cowok itu kembali menatap Nadya sembari tersenyum manis. Senyum manis yang rasanya dapat menggegerkan pertahanan seluruh cewek yang ada di sana.

"Aku balik ke sana dulu, ya," ujarnya sembari mencubit pipi Nadya dengan lembut.

Nadya kontan menunduk malu. Para kakak kelas cewek dari SMA Kusuma Bangsa yang ikut melihat pertandingan itu bersama Nadya juga sampai merona. Savanna menggeleng tak habis pikir; dia kagum. Gila, perilaku Ketos satu itu emang luar biasa banget dah. Mamanya dulu ngidam apa coba?

Savanna pun menepuk-nepuk pundak Nadya dan tertawa. Savanna tak memedulikan tatapan-tatapan iri, menginterogasi, serta penasaran yang diberikan oleh cewek-cewek yang ada di lapangan itu kepada Nadya. Kalau bisa, mending Nadya enggak usah lihat, deh.

 

******

 

Sehabis jalan-jalan sore—melihat area sekitar SMANSA—Nadya dan cewek-cewek yang lain pun mulai bergegas mandi. Di sana, di belakang gedung SMANSA, disediakan beberapa kamar mandi umum. Kamar mandi itu dipisahkan; ada yang untuk laki-laki dan ada yang untuk perempuan. Kamar mandi umum itu sesungguhnya dibuat sederhana, tetapi lebar dan mungkin bisa menampung lima orang sekaligus. Bak mandinya juga besar.

Nadya mandi di paling ujung, tetapi bukan di dekat pintu. Dia ada di sudut yang lain. Seperti biasa, cewek kalau mandi bersama-sama pasti akan berisik. Lima orang yang masuk adalah Savanna, Syakila, Nadya, Tari, dan satu orang kakak kelas.

Yang mandi di dekat pintu adalah Tari. Mereka semua mandi dan ada yang mulai memakai sabun, ada yang bersampo, dan ada juga yang menyikat gigi terlebih dahulu. Gilanya, Savanna dan Tari malah benar-benar tidak memakai apa-apa selama mandi. Ketika dinasihati, “Jangan telanjang bulat, woy!’, reaksi mereka hanyalah tertawa. Nadya pun ikut tertawa tatkala Tari menjawa, "Ah, nggak enak mandi pake kain. Perasaan gue kayak nggak bersih."

Oh, well. Iya, sih.

Kalau Nadya? Nadya pakai kaus dalam dan celana dalam. Itu pun dibungkus lagi dengan kain, karena ia tidak terbiasa mandi bersama orang lain. Meskipun mereka semua cewek, Nadya tetap saja merasa malu. Dia bahkan mandi sambil jongkok karena merasa malu berdiri dengan pakaian mandi. Kamar mandi itu tidak beratap, sepertinya disengaja agar menambah 'kesan' bahwa mereka sedang berkemah. Lagi pula, itu adalah kamar mandi umum yang dibangun hanya untuk pertandingan persahabatan ini.

Nadya sedang menggosok gigi ketika Tari tiba-tiba berteriak.

 

"Woy!!!! NGINTIP!!!!!!"

 

Mereka berlima terkesiap. Kakak tingkat yang ikut mereka, Savanna, serta Syakila cepat-cepat berdiri—mereka semua mulai mengambil kain, handuk, atau apa pun itu untuk menutupi tubuh mereka—dan Nadya cepat-cepat berkumur-kumur. Nadya yang masih berjongkok itu kini memegangi kain Savanna.

"Van, kenapa?!" tanya Nadya panik.

"Ada yang ngintip, Nad. Tuh, liat! Mereka ada di pohon dekat kamar mandi ini."

"Tar, serius lo?" tanya Syakila pada Tari.

"Buat apa gue bohong, Sya!" jawab Tari.

Nadya langsung diam dan menganga. Keempat temannya mulai menyumpahi cowok-cowok tukang intip itu, sementara Nadya hanya berdiri di belakang mereka dan memperhatikan dengan ekspresi cemas. Itu tadi...bener-bener ngintip, ya…?

Nadya meneguk ludahnya.

Setelah para cowok yang mengintip itu mulai beranjak pergi akibat bentakan Tari, mereka semua mandi cepat-cepat. Tari marah-marah tanpa henti; kata Tari, salah satu pengintip tadi ada yang berdiri di depan pintu. Lantaran Tari mandi di dekat pintu, Tarilah yang terkena intip. Nadya hanya bisa melebarkan mata dan cemas minta ampun saat mendengar cerita Tari.

Setelah mandi, Nadya mengejar Savanna saat mereka berlima menuju ke tenda mereka. Sesampainya di tenda, ternyata seluruh cowok SMA Kusuma Bangsa sudah ada di depan tenda mereka (tenda perempuan); cowok-cowok itu ngumpul di sana bersama guru pendamping mereka. Suasana saat itu terlihat ricuh. Sekilas, Nadya mendengar cowok-cowok itu marah karena mereka sudah tahu soal insiden intip-mengintip itu. Mereka marah sekali, bahkan ada yang langsung ingin mendatangi tenda pelaku dan mengeluarkan amarah mereka di sana. Apa mungkin cowok-cowok yang mengintip tadi sempat datang untuk menantang mereka, makanya mereka tahu?

Nadya tahu kalau Aldo ada di kerumunan itu, di dekat guru pendamping. Nadya juga tahu bahwa Aldo tadi melihatnya berlari—sembari membawa peralatan mandi dan baju kotornya—ke dalam tenda. Namun, Nadya pura-pura tak tahu dan langsung masuk ke tenda karena gugup melihat keributan itu. Hari sudah maghrib dan area perkemahan sedang ramai karena semuanya sedang sibuk mandi. Sejujurnya, Aldo juga baru selesai tanding tenis meja saat itu.

Nadya menyusun baju kotornya di dalam plastik saat ia melihat Tari, Syakila, serta semua cewek mulai bergegas keluar dari tenda. Nadya mendengar Tari yang langsungmenjelaskan kejadian tadi dan situasi jadi semakin ribut. Beberapa cowok nyaris saja pergi untuk memberi pelajaran pada pelaku-pelaku itu dengan balas mengintip cewek-cewek dari sekolah mereka. Untung saja…ada beberapa cowok yang masih menggunakan akal sehat dan menghentikan aksi mereka.

Pak guru pembimbing juga sebenarnya sangat marah, tetapi dia mencoba untuk menenangkan siswa-siswanya sebaik mungkin. Sekarang ini...yang mereka bawa bukan hanya martabat sekolah, melainkan juga martabat mereka masing-masing.

Nadya mendengar semua itu, tetapi Nadya tidak ikut keluar. Ia baru saja menutup ritsleting tasnya, lalu ia melihat ke sekeliling dan hanya mendapati Savanna di dekatnya. Tenda itu kosong, hanya mereka berdua yang ada di dalamnya. Semua orang sedang berdiskusi di luar dan banyak yang tak terima, soalnya ada cowok-cowok yang pacarnya sama-sama ikut pertandingan ini. Mereka takut kejadian intip-mengintip itu berkelanjutan.

"Gila, kayaknya bakal jadi ribut, tuh," ujar Savanna. Nadya hanya melipat bibirnya dan mengangguk.

"Entah juga, Van..."

"Cuma…emang keterlaluan juga, sih, mereka yang ngintip tadi," kata Savanna. Nadya hanya menghela napas.

Tiba-tiba, kain tenda itu tersibak. Nadya dan Savanna langsung menoleh ke pintu tenda itu. Mata Nadya membelalak saat menyadari bahwa yang membuka pintu itu adalah Aldo. Cowok itu langsung masuk ke tenda tanpa berpikir apa pun.

Aldo langsung menghampiri Nadya, berjongkok di depan Nadya, dan memegang pipi Nadya pelan. "Kamu tadi mandi di bagian mananya? Di dekat pintu, di tengah, atau di paling ujung?"

Tidak ada basa-basi lagi.

Savanna meneguk ludah. Kayaknya, Aldo...marah? Aldo memang tidak bertanya dengan nada yang terburu-buru; cowok itu justru bertanya dengan lembut. Namun, matanya menatap Nadya dengan intens; dia menatap wajah Nadya seolah ingin mencari sesuatu di wajah cewek itu. Sesungguhnya, suasana di dalam tenda itu sudah mulai gelap karena bulan sudah mulai memunculkan wujudnya, tetapi Nadya tetap bisa melihat mata Aldo dengan jelas. Sepasang mata yang selalu mampu membuat Nadya terpaku.

"Aku…mandi di ujung, Aldo," jawab Nadya pelan.

Aldo menghela napas lega, tetapi…tetap saja itu tidak menyelesaikan masalah. Aldo sudah tahu bahwa ada orang yang berada di atas pohon saat mengintip mereka.

Untungnya, Savanna menengahi, "Dia ada di deket gue, Aldo. Dia mandi di ujung dan ketutupan sama gue. Kalo diliat dari sudutnya, kayaknya susah juga buat ngeliat dia dari atas pohon itu. Pohon itu nggak terlalu tinggi."

Aldo mengangguk. Setelah itu, Aldo kembali menatap Nadya. "Tadi mandi pake apa? Pake kain pelapis nggak?"

Pipi Nadya merona mendengar pertanyaan Aldo, tetapi cewek itu mencoba untuk menepis rasa malunya dan mengangguk pelan.

"Dia mah nggak apa-apa, Do. Dia pake kaus dalam juga," ujar Savanna. Aldo pun bernapas lega dan mengangguk. He was sure he had never felt so relieved.

Aldo mengusap pipi Nadya.

"Itu Pak Gilang yang mau bicara sama guru mereka, biar nggak terulang lagi kejadian kayak gini," ujar Aldo. "Sekolah bagus pun…ternyata masih ada juga murid-murid yang kayak gitu, padahal mereka juga pasti perwakilan dari sekolahnya untuk ikut lomba persahabatan ini."

Nadya hanya menunduk. Savanna mengangguk lalu menjawab, "Iya, bener. Heran gue."

Aldo menatap Nadya lagi dan menyentuh dagu Nadya dengan lembut.

"Aku ke depan dulu, ya. Kawan-kawan kayaknya pada emosi," ujar Aldo. Cowok itu lalu menatap Savanna. "Titip Nadya ya, umm..."

"Savanna," ujar Savanna.

"...oh, oke. Savanna. Salam kenal," ujar Aldo. "Titip Nadya, ya."

"Oke, sip," ujar Savanna sembari nyengir. Aldo mulai bertatapan dengan Nadya. Sembari mengusap kepala Nadya, Aldo pun berkata, "Kamu istirahat, ya. Jangan lupa makan. Ntar malem kamu tampil, ‘kan? Semangat, ya, Sayang."

Aldo berbicara dengan lembut, lalu cowok itu pamit keluar.

Sepeninggal Aldo, Nadya hanya terdiam dan jantungnya berdebar-debar. Ia juga sadar bahwa: Aldo itu...hobi sekali mengusap kepalanya. Cowok itu kini juga nyaris selalu memanggilnya dengan panggilan 'Sayang'.

Oh. Benar. Nadya tampil menari malam ini! Mengingat hal itu, Nadya mulai gugup. Ya Tuhan, mudah-mudahan aku bisa nampilin yang terbaik dan nggak ada kejadian buruk...

Nadya takut. Kalau ia gugup, ia akan menjadi perusak di timnya. Kalau ia gugup, habis sudah. Nadya belum pernah, sih, merusak penampilan di atas panggung. Namun, tetap saja dia takut.

Sebetulnya, kuncinya hanya satu: jangan biarkan rasa gugup itu mengendalikanmu.

"Semoga kita menang, ya, Nad!" ujar Savanna tiba-tiba. Nadya kontan menghadap ke arahnya dan mengangguk. "Aamiin! Mudah-mudahan, ya, Van!"

Percayalah, malam itu (sejak sebelum Nadya tampil hingga saat Nadya didandani), Aldo selalu duduk di luar sembari melihatnya. Banyak cowok yang juga penasaran ingin melihat cewek-cewek penari dari sekolah mereka didandani, tetapi Nadya tahu bahwa Aldo terus ada di sana dan melihat ke arahnya. Setelah Nadya didandani, Aldo pun menghampiri Nadya. Cowok itu tak henti-hentinya memuji Nadya cantik.

Demi apa pun, Aldo ingin memfoto Nadya sebanyak mungkin. Namun, bukan sekarang saatnya.

Aldo menyimpannya untuk nanti sebab sepertinya Nadya bakal jadi gugup karena hal itu. Tatkala mereka menunggu giliran untuk tampil (di ruang tunggu) pun, Aldo terus ada di samping Nadya. Cowok itu meremas tangan Nadya dan berkata, "Kamu pasti bisa, Nad."

Nadya menatap Aldo dan pipinya merona. Aldo ikut semua perlombaan, tetapi cowok itu masih sempat menyemangati Nadya dan terus ada bersama Nadya saat Nadya melaksanakan perlombaannya. Oleh karena itu, Nadya harus lebih berani dan bersemangat. Nadya malu jika ia tidak tampil dengan bagus saat Aldo bisa melakukan semuanya dengan sempurna.

 

Aku nggak boleh grogi.

 

Mereka jadi saling menyemangati satu sama lain. Eh. Sebentar. Apakah...hanya Aldo?

Nadya harus menyemangati Aldo juga nanti...

Nadya mengangguk, lalu berterima kasih. Aldo hanya tersenyum manis. Senyum manis yang membuat mata cowok itu ikut melengkung dengan indahnya.

Ketika SMA Kusuma Bangsa mulai dipanggil untuk tampil, mereka semua langsung berdiri. Jantung Nadya berdegup kencang. Para penari mulai menyusun barisan untuk jalan ke panggung. Nadya berdiri di belakang Savanna.

Para supporter yang ada di ruang tunggu itu keluar, ke tempat di mana para penonton duduk. Semuanya ikut duduk di sana, termasuk Adam. Sementara itu, Rian dan Aldo memilih untuk berdiri. Saat musik mulai berkumandang, penari-penari dari SMA Kusuma Bangsa mulai tiba di atas panggung. Kedatangan mereka di panggung diiringi oleh tepuk tangan dari penonton, terutama dari teman-teman mereka sendiri.

Rian tahu jelas apa yang akan Aldo lakukan. Aldo tentu membawa kameranya. Aldo dan Rian berdiri di samping kursi penonton. Ketua OSIS ganteng itu sedang memfoto Nadya menari. Rian juga sebenarnya tengah membantu Aldo, soalnya Aldo memintanya untuk memfoto serta merekam Nadya yang sedang menari itu di ponsel milik Aldo.

Rian melakukan itu dengan senyuman sambil mengobrol dengan Aldo.

Rian tak pernah melihat Aldo bersikap seperti ini, sebelum Aldo mengenal Nadya. Dulu, Aldo hanyalah orang yang ramah, hangat, dan baik kepada semua orang, tetapi dia tidak terlihat sebahagia ini. Dahulu, Aldo seperti memiliki sesuatu yang kosong di dalam dirinya meskipun dia terlihat sangat bersinar. Akan tetapi, sekarang…semua itu berbeda.

Setelah tahu bagaimana sifat Nadya, Rian pikir…yah, Nadya memang cocok buat Aldo. Aldo juga sayang banget sama Nadya. Kadang-kadang, Rian suka tertawa sendiri kalau mengingat bahwa dahulu…Aldo itu enggak tahu nama Nadya, bahkan saat dia udah berbulan-bulan suka.

Rian juga tahu bahwa Syakila agaknya mau mengusik hubungan sahabatnya ini dengan Nadya. Terkadang, mengingat Rian adalah orang yang sedikit cerewet, Rian ingin menasihati Syakila. Namun, Rian menahan diri karena ia percaya bahwa Aldo bisa mengatasi semuanya. Aldo itu lebih efektif dalam menyelesaikan masalah ketimbang dirinya. Dahulu, itu jugalah yang membuat Aldo langsung dicalonkan menjadi Ketua OSIS. Aldo menang dengan voting tertinggi sepanjang sejarah SMA Kusuma Bangsa.

Melihat Aldo yang tersenyum tulus ke kamera serta ke arah Nadya—seolah-olah dunia ini hanya terpusat pada Nadya seorang—Rian pun tersenyum.

"Gila. Nggak pernah gue liat hubungan cinta di SMA yang kayak ini.” Rian tertawa. "Kalo di novel, biasanya, kan, preman sekolah yang ganteng jatuh cinta sama cewek penurut. Atau Ketua OSIS yang dingin tertarik sama cewek yang biasa-biasa aja. Hm...atau mungkin anak baru gitu, scene terlambat...dan sebagainya."

"Hm?" deham Aldo, cowok itu menoleh kepada Rian dengan mata yang sedikit melebar.

"Nggak, Bro, angin lewat," ujar Rian sembari tersenyum (baca: menahan tawa).

Aldo pun tertawa renyah. Hal itu kontan membuat Rian menatap Aldo lagi dengan mata melebar.

‘Jangan-jangan…nih anak sebenernya denger semuanya?’ pikir Rian.

"Iya, gue denger," ujar Aldo, bagai bisa membaca pikiran Rian. Mata Rian spontan membulat, tetapi dua detik kemudian, cowok berkulit hitam manis itu tertawa terbahak-bahak. Gawat dah. Rian sudah hafal banget sama kelakuan Aldo. Rian enggak berani, deh, nyari masalah sama Ketua OSIS satu itu.

"Kalo gue masuk ke novel, mungkin gue bakal jadi stalker," ujar Aldo sembari tersenyum miring.

Rian tertawa lagi; dia sama sekali tidak menyangkal hal itu. "Stalker pujaan hati, ‘kan?" []

 












******







No comments:

Post a Comment

Because of Ticket! (Bab 14: School Camp)

  ****** Bab 14 : School Camp   ******   MATA Nadya   membelalak. Pipi Nadya langsung merona karena ia kini tahu apa maksud Mama R...