Chapter
2 :
Arcane
******
JEON
Jungkook
adalah pemuda yang memiliki berbagai kelebihan. Dia bukan tipe yang sempurna,
melainkan tipe pemuda ‘tidak sempurna’ yang disenangi oleh banyak perempuan.
Dia biasa dipanggil Jungkook, tetapi sejak beberapa waktu terakhir, julukan ‘Casanova’
telah melekat padanya. Dialah sang ‘Casanova Kampus’ di
universitasnya. Dia mulai diberi julukan itu sejak ia sering terlihat menggoda
para perempuan yang tengah mendekatinya. Paras yang tampan serta jiwanya yang
bebas (berhubung dia adalah seorang pembalap andal yang sering mengikuti balap
liar) pun ikut mendukung julukan tersebut.
Jungkook
memang seorang pemuda yang berparas luar biasa. Wajahnya tampan, sangat mampu
membuatmu kagum tiap kali kau melihatnya. Walau kau hanya melihatnya dari
kejauhan, kau akan terpesona dan terpikat; kau takkan mau melepaskan pandanganmu
darinya. Kau akan merasa seolah tersihir. Dia memiliki rahang yang tegas,
hidung yang mancung, dan rambut hitam kecoklatan dengan style yang sangat
cocok untuk wajahnya. Dia memiliki beberapa tindik di telinganya yang diberi hoop
earrings. Dia punya lumayan banyak tato di leher sebelah kanannya dan juga
di kedua area bahu hingga lengannya. Tubuhnya proposional; dia tinggi tegap, bahunya
lebar, lengannya berotot dan banyak urat yang terlihat jelas di sana. Dadanya
bidang dan perutnya six pack. Benar, dia memiliki tubuh yang sangat luar
biasa. Tidak hanya itu, dia juga memiliki bibir yang seksi dan kedua bola mata
yang sangat jernih.
Sekarang
mari kita bahas tentang ketidaksempurnaannya. Ketidaksempurnaan yang Jeon
Jungkook miliki adalah kenyataan bahwa dia terlihat seperti bad boy atau
playboy yang hanya akan mempermainkanmu. Menidurimu hanya untuk
bersenang senang; tidak akan menganggapmu serius. Ini lumayan didukung dengan
kenyataan bahwa Jungkook memang sering terlihat bersenang-senang dengan para
perempuan dalam beberapa waktu belakangan. Dia yang sering ikut balap liar—dan
bahkan dia selalu juara pertama di sana—itu juga sering terlihat asyik
mengobrol dengan perempuan yang berbeda-beda di sirkuit balap liar tersebut.
Dia hobi bersenang-senang dengan para wanita, dia sering minum alkohol, dia
bertato dan bertindik, dia merokok, dan dia benar-benar merupakan tipe penakluk
wanita yang tidak mungkin bisa kau buat bertekuk lutut. Tidak bisa diminta
untuk ‘serius’ dan hanya setia kepadamu.
Di
luar seluruh ketidaksempurnaan itu, Jungkook sebetulnya adalah pemuda yang
cerdas. Dia suka bersenang-senang, tetapi otaknya terbilang cerdas. Hanya saja
dia bukanlah kutu buku, jadi dia tidak begitu top di kampus dalam segi
akademis. Dia bisa olahraga apa saja, didukung dengan tubuhnya yang atletis.
Dia juga tidak pernah membolos di kampusnya, tetapi perihal ini sebenarnya ada
beberapa faktor. Pertama, dia bukan orang yang tidak mau belajar; dia hanya
berjiwa bebas. Kedua, dia adalah pewaris tunggal JA International, perusahaan
multinasional milik ayahnya. Tidak lucu kalau seorang pewaris memiliki jejak
pendidikan yang hancur. Ketiga, dia memiliki seorang kekasih bernama Seo
Harin yang kuliah satu kampus dengannya. Tiga faktor itu adalah alasan Jungkook
tidak pernah membolos kuliah meski dia adalah manusia yang berjiwa bebas dan
penuh dengan skandal.
Kekasih
Jungkook, Seo Harin, adalah seorang gadis cantik yang sangat cerdas; dia tipikal
gadis pintar yang terlihat begitu composed, berwibawa, dan mampu
berusaha sendirian. Kulitnya putih, rambutnya sepunggung dan berwarna hitam
kelam. Dia adalah jenis gadis yang pergaulannya hanya sebatas circle kecil
dan tidak sering hang out ke mana-mana. Dia adalah seorang juara umum
sejak masih sekolah dan dia juga menjabat sebagai Ketua Student Council
di SMA-nya dulu. Dia sekolah di SMA yang sama dengan Jungkook dan mereka mulai berpacaran
di tahun terakhir mereka SMA. Hingga kini, di kampus pun, Seo Harin adalah
mahasiswa top yang sering ikut olimpiade Matematika sana-sini. Dia anak yang
rajin mengerjakan tugas kuliahnya dan selalu belajar sebelum ujian; hidupnya
tertata dan terencana. Namun, kalau dibilang ambisius…dia sebenarnya tidak
seambisius itu. Dia tidak setiap hari berkutat dengan buku. Sebenarnya, dia
hanya kebetulan memiliki otak yang cerdas serta sifat yang rajin, tenang, dan
mandiri. Jadi, secara natural, dia selalu diandalkan oleh orang-orang yang ada di
sekitarnya.
Akan
tetapi, dunia memang se-plot twist itu. Dia dan Jungkook bisa dibilang
bagaikan Ying dan Yang, tetapi dari seluruh kemungkinan yang lebih masuk akal
di dunia ini, mereka justru jadi sepasang kekasih. Hubungan mereka bahkan sudah
terjalin selama lima tahun hingga kini.
Namun,
bukan berarti lamanya sebuah hubungan bisa menjamin kalau hubungan tersebut
tidak akan hancur. Hubungan yang lama bukan berarti hubungan tersebut
benar-benar baik-baik saja.
******
Dari
kejauhan terlihat sebuah mobil sport berwarna merah yang mendekat ke
keramaian orang-orang yang berdiri di pinggir jalan. Pakaian orang-orang
tersebut bermacam-macam; ada orang yang memakai hoodie, ada yang memakai
jeans jacket, ada yang memakai leather jacket, ada yang memakai
kaus, dan ada juga yang memakai baju serta rok yang seksi. Para perempuan di
sana kebanyakan memakai rok mini, baju tanpa lengan, dan sepatu boots berhak
tinggi. Ada yang membawa racing flag, ada yang tertawa seraya mengobrol satu
sama lain, ada yang bersorak demi menyemangati para pembalap, ada umbrella
girls, dan ada juga yang sedang bermesraan. Suasana saat itu cukup riuh
mengingat balap mobil sebentar lagi akan diadakan di area tersebut.
Tatkala
melihat mobil sport berwarna merah itu mulai datang dan mendekati
kerumunan tersebut, orang-orang yang ada di sana spontan langsung bersorak
kencang. Seakan sangat senang dengan kehadiran orang yang ada di dalam mobil
itu; seakan kedatangan orang itu sangatlah mereka tunggu-tunggu sejak tadi. Mereka
bersikap seakan balapan itu tidak akan seru jika orang tersebut tidak datang.
Para perempuan yang ada di sana juga mulai berteriak histeris, bersorak, dan
berdecak kagum. Mereka tergila-gila. Dari sorakan-sorakan itu, bisa ditebak
bahwa mereka semua sedang memikirkan hal yang sama:
This
is the MVP. The butterfly of this race. The star of the day.
Pintu
mobil sport berwarna merah itu pun terbuka. Keluarlah sosok Jeon
Jungkook dari sana; dia disambut dengan sorakan yang lebih meriah daripada
sebelumnya, terutama dari para perempuan. Pendukungnya amat ramai. Banyak orang
yang langsung mendekati mobil Jungkook dan mengerumuninya begitu dia turun dari
mobil.
Jungkook
menutup pintu mobilnya dan menerima sambutan dari orang-orang tersebut dengan
senyuman yang semringah. Dia terlihat senang, begitu segar dan siap untuk
mengikuti pertandingan hari ini. Sesekali Jungkook tertawa dan menyambut salam yang
berupa gerakan ‘tos’ dari teman-temannya. Mereka lalu saling mengangkat tangan
mereka dan menepuk telapak tangan satu sama lain dengan akrab. “Yo, Jeooon!”
“Heyyaa,
Broo!” sapa yang lain. “Looks great today!”
“Yes,
I am,” jawab Jungkook seraya tertawa. Mereka pun saling
berpelukan sejenak dan mengobrol. Jungkook duduk di kap mobilnya.
Para perempuan yang mengerumuni Jungkook itu pun mulai semakin mendekati tubuh Jungkook;
ada yang duduk di sampingnya, ada juga yang langsung menempelinya dan memeluk
lengannya. Sebagian dari kenalannya yang ada di sana adalah teman-teman
sekampusnya, baik itu senior maupun seangkatan. Ada juga yang dari kampus lain
dan ada juga yang sudah bekerja. Banyak orang-orang pencinta balap mobil yang
mengikuti acara balap liar tersebut.
Dua
perempuan yang menempeli sisi kiri dan kanan Jungkook itu kini benar-benar
semakin bergelendot pada Jungkook. Mereka memeluk lengan berotot milik Jungkook
dan menekankan dada besar mereka di sana. Salah satu dari mereka mulai
mendekatkan wajahnya dengan genit ke leher Jungkook. “Jungkook, tampan sekali
seperti biasa, Sayang.”
Jungkook
menoleh ke arah perempuan itu. Tersenyum miring dengan tatapan yang menggoda,
Jungkook pun mendekatkan wajahnya ke wajah perempuan itu. Jemari Jungkook
menyentuh dagu perempuan itu, lalu Jungkook berbisik, “Kaulah yang sangat
cantik. Kok bisa kau terlahir secantik ini?”
Setelah
mengatakan itu, mereka berdua sama-sama tertawa pelan. Sebuah tawa rahasia di
antara mereka berdua saja. Jika dilihat sekilas, mereka seperti sedang kasmaran
dan saling tertawa malu-malu karena habis dirayu. Jungkook juga memeluk
pinggang perempuan yang satu lagi.
Dari
kejauhan, tampaklah seorang pemuda yang tengah berdiri bersama teman-temannya;
dia telah memperhatikan Jungkook sejak tadi. Dia adalah seorang pemuda yang
rambutnya di-bleaching berwarna platinum blonde. Wajahnya tampan,
perawakannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu besar. Dia lebih ke arah
kurus, sebenarnya, tetapi masih cukup berisi dan enak untuk dipandang. Wajahnya
tampan, tetapi dia memiliki tipe wajah yang kelihatan lebih ‘lembut’ daripada
Jungkook yang wajahnya bertipe maskulin. Telinga pemuda itu bertindik, dia
memakai anting-anting berwarna silver dan memakai leather jacket berwarna
hitam kecoklatan. Dia memiliki dua tato, ada tato segitiga di bawah jempol
kanannya dan ada tato bunga mawar di belakang telinga kirinya, yang tangkainya
memanjang hingga ke leher.
“Sungguh
pemandangan yang memuakkan,” komentarnya. Matanya menatap tajam ke arah
Jungkook yang sibuk saling menggoda dengan para perempuan yang ada di kerumunan
itu. Rahangnya mulai mengetat, tangannya hampir terkepal dan jempolnya mengusap
jemarinya yang lain. Dia menatap ke arah kerumunan itu dengan penuh kekesalan
sekaligus penuh dengan pertanyaan dan rasa heran.
“…padahal
dia sudah punya pacar, tetapi selingkuh terus,” lanjutnya.
Teman-temannya
yang sedang berdiri di dekatnya pun hanya tertawa pelan. “Jimin. Ini
bukan pertama kalinya kau melihat dia seperti itu, ‘kan?”
Pemuda
itu, Park Jimin, kemudian mendengkus. “Mau berapa kali dilihat pun,
tetap saja aku tidak habis pikir. Pacarnya itu bukan tipe perempuan yang
biasa-biasa saja. Dia berkualitas. Namun, apa-apaan yang pemuda itu lakukan di
belakangnya?”
Salah
satu teman Jimin itu lantas menepuk pundak Jimin dengan pelan. “Sudahlah.
Jungkook bukan orang yang mudah untuk dimengerti. Kadang-kadang dia membawa
pacarnya ke sini dan dia benar-benar terlihat overprotective pada
pacarnya. Sikapnya terlihat betul-betul berbeda jika kepada pacarnya; dia
terlihat…sangat emosional. Namun, aku tak tahu apakah itu hanyalah aktingnya
saja atau bukan.”
Teman
Jimin yang lain pun ikut berbicara, “Pacarnya itu…yang namanya Seo Harin itu,
‘kan? Yang mahasiswa jurusan Matematika itu? Setahuku mereka sudah lama
berpacaran. Banyak yang bilang begitu. Hubungan mereka cukup fenomenal sebab
Jungkook itu terkenal di mana pun dia berada. Seo Harin juga mahasiswi top
kampus, setahuku.”
“Iya,
nama pacarnya itu Seo Harin,” jawab Jimin. “Aku sudah pernah bertemu dan
berkenalan dengannya. Walau dibilang Jungkook terkenal atau apa pun itu,
menurutku justru Jungkook yang tak pantas untuknya.”
Temannya
Jimin tertawa. “Kalau diperhatikan, Jungkook memang takkan kelihatan menoleh
pada perempuan lain jika pacarnya ke sini. Sungguh berbeda dengan sikapnya saat
pacarnya tidak ada.”
“Iya.”
Temannya Jimin yang satu lagi terkekeh. “Aku pernah lihat itu juga. Aktingnya
luar biasa. Kalau ada pacarnya, dia kelihatan seperti pemuda yang bertekuk
lutut, ‘kan? Dia akan mengekori dan mengawasi di mana pun Seo Harin berdiri. Namun,
jika tidak ada Seo Harin, dia…”
“Bagaimanapun perbedaan
sikapnya pada pacarnya atau bagaimanapun aktingnya, intinya dia itu hobi selingkuh,”
tukas Jimin. “Hampir setiap hari kita semua melihat dia bermesraan sana-sini
dengan banyak perempuan.”
“Iya,
sih,” jawab salah satu teman Jimin lagi. “Memang sepertinya dia selalu
bermesraan dengan perempuan lain. Apa dia sampai berhubungan seks juga dengan
para perempuan itu?”
Teman
yang satu lagi tertawa. “Bisa jadi, soalnya memang sesering itu aku melihat dia
menempel dengan perempuan lain selain pacarnya. Menempelnya itu tidak wajar.
Dia juga orang yang bebas, jadi menurutku mungkin mereka sudah sampai
berhubungan seks atau minimal sudah sampai make out panas.”
Jimin
semakin mengetatkan rahang; giginya bergemeletuk. Luar biasa gila. Harin
betul-betul harus meninggalkan Jeon Jungkook. Pemuda seperti itu harus
ditinggalkan atau Harin akan makan hati sepanjang hidupnya, menelan rasa pahit
yang menghancurkan mental, lalu membuang-buang masa mudanya.
Tidak
lama setelah itu, terdengar bunyi pistol pertama yang menandakan bahwa para
pembalap harus mulai masuk ke mobilnya dan menuju ke garis start. Jimin
pun mulai bersiap menuju ke mobilnya, setelah sebelumnya temannya menepuk
pundak Jimin dan berkata, “Semangat, Bro!”
Jimin
pun ber-tos dengan teman-temannya itu, lalu menyahut, “Oke.”
Jimin
mulai berjalan menuju ke mobilnya yang sebetulnya terparkir tak jauh dari mobil
Jungkook beserta peserta-peserta yang lain. Pemuda itu berjalan seraya melihat
ke arah Jungkook yang sedang ber-tos—menggunakan kepalan tangan—dengan
orang-orang yang sedang mengerumuninya. He looks so fresh and confident. Menurut
Jimin sikap Jungkook itu adalah sebuah keangkuhan. Yaa walaupun sebenarnya
Jimin tahu alasan di balik kepercayaan diri Jungkook. Pemuda itu memang bukan
pembalap abal-abal. Dia top 1 di sini, dia mencetak rekor sebagai yang tak
terkalahkan sejak dia baru masuk sebagai anggota. Dia juga tak pernah
meremehkan pembalap lain atau pun menganggap sepele suatu arena. Dia serius
menyukai dunia balap. Malah, dulunya dia adalah pembalap motor. Dia terbilang
cukup baru berkecimpung dalam dunia balap mobil, tetapi dia mampu mengalahkan
orang-orang yang sudah veteran.
Akan
tetapi, hal itu juga berlaku untuk Jimin.
Jimin
juga bukan seorang pembalap yang abal-abal. Dia senior, dia lebih dulu join di
sini. Dia memang belum pernah mengalahkan Jungkook, tetapi seringkali nyaris
mengalahkannya. Kemampuannya semakin berkembang pesat seiring dengan berjalannya
waktu dan dia mulai menyaingi Jungkook.
Tatkala
keduanya—Jimin dan Jungkook—sama-sama membuka pintu mobil mereka, Jimin yang telah
lama memendam rasa tidak sukanya tersebut mendadak ingin angkat bicara. Entah
apa yang terjadi, tetapi hari ini rasanya Jimin ingin menyudahi perasaan
gundahnya dan melakukan sebuah tindakan. Dia menoleh ke arah Jungkook,
memiringkan kepalanya, dan mulai tersenyum miring. Jungkook yang menyadari hal
itu pun lantas menoleh balik ke arah Jimin dan mengernyitkan dahi.
Setelah
itu, tak ada angin dan tak ada hujan, Jimin tiba-tiba berbicara. Dia mengatakan
sesuatu yang terdengar seperti sebuah petir di siang bolong.
“Mari
kita bertaruh, Jungkook,” buka Jimin, pemuda itu pun sedikit mengangkat
dagunya, menatap Jungkook dengan tatapan yang dingin. “Kalau aku menang,
berikan Harin padaku.”
Tatapan
mata Jimin kini benar-benar terlihat seperti sedang menantang Jungkook. Matanya
berkilat; dia menyeringai. Iya, inilah sumber kegelisahannya dan ketidaksukaannya
selama ini. Seharusnya dari dulu saja dia mengatakan ini pada Jeon Jungkook,
seharusnya dari dulu saja dia mengonfrontasi bajingan itu.
“Apa
kau bilang?” tanya Jungkook, ingin memastikan kalau pendengarannya tidak salah.
Dia lalu menutup pintu mobilnya dengan cukup kencang. Dia kini sudah
benar-benar menghadap ke arah Jimin, kedua alisnya menyatu dan matanya menatap Jimin
dengan murka. Rahangnya mulai mengeras dan ekspresi wajahnya terlihat penuh
dengan amarah. Akan tetapi, tidak, dia masih mencoba untuk memastikan bahwa
telinganya tidak salah dengar. “What did you just say?!”
Dengan
tatapan yang terlihat semakin menantang Jungkook, Jimin pun mengulangi perkataannya
sekali lagi dengan lebih kuat. Lebih terang-terangan. Penuh penekanan.
“Kalau
aku menang, berikan Harin padaku.”
Sontak
Jungkook langsung berlari ke arah Jimin. Dia berlari secepat kilat, lalu
dengan cepat dia menarik bagian leher baju Jimin dan meninju rahang Jimin
hingga pemuda itu nyaris tersungkur. Tinjuan itu benar-benar kuat,
tenaga Jungkook yang luar biasa itu dibantu dengan amarahnya yang
memuncak hingga ke ubun-ubun. Matanya nyalang, dia terlihat seperti
seekor beruang yang sedang mengamuk karena diganggu. Sebenarnya, respons ini
tidak sepenuhnya terduga. Orang-orang memang menduga bahwa Jungkook setidaknya pasti
akan marah atau kesal, tetapi tidak ada yang menduga bahwa Jungkook ternyata akan
luar biasa mengamuk seperti ini. Dia terlihat seperti kehilangan
kendali. Untungnya, Jimin masih mampu mengimbangi tubuh Jungkook yang besar itu,
jadi pemuda itu pun langsung kembali mendekati Jungkook dan berencana untuk
meninjunya balik. Mereka berdua hampir meninju satu sama lain kalau saja tidak
ada orang-orang di sana yang langsung melerai mereka. Berbeda dengan Jimin yang
hanya butuh dua hingga tiga orang untuk menariknya, Jungkook butuh empat hingga
lima orang untuk menahan tubuhnya. Dia seolah sedang dikuasai oleh iblis. Belum
lagi tubuhnya yang besar dan tinggi.
“Sudah,
Jungkook, sudah! Kendalikan dirimu!” teriak salah satu pemuda yang sedang menahan
Jungkook, dia merupakan seorang senior di sana. “Ayo, lebih baik kalian berlomba
melalui balapan saja. Kalau kau memang marah pada Jimin maka mengamuklah di
pertandingan. Jangan kalian rusak acara pertandingan ini.”
Jimin
tersenyum miring. Ia yang tadinya ikutan mengamuk pada Jungkook itu pun mulai bisa
mendinginkan kepala.
Iya, benar. Ayo kita bersaing.
Jungkook
yang masih menatap Jimin dengan penuh kemurkaan itu pun sontak melepaskan kedua
tangannya dari orang-orang yang telah menahannya sejak tadi. Dengan penuh
amarah, dia pun langsung berjalan ke arah mobilnya, membuka pintu mobil
tersebut, lalu masuk dan menutup pintu mobil itu dengan kencang.
Jimin
tersenyum puas. Dia akhirnya juga melepaskan diri dari orang-orang yang sejak
tadi menahan tubuhnya, lalu dia mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya
akibat ditinju oleh Jungkook. Setelah itu, dia pun masuk ke dalam mobilnya dan
mulai menjalankan mobil tersebut hingga ke garis start.
Tatkala
semua mobil sudah sampai di garis start, ada seorang gadis yang membawa racing
flag seraya berjalan ke tengah-tengah garis start. Gadis itu akhirnya
berdiri di sana dan mengangkat bendera tersebut. Semua peserta mulai bersiap untuk
menginjak pedal gas, berencana untuk langsung berkendara dengan kencang, terutama
Jimin dan Jungkook.
Gadis
yang membawa bendera itu pun berteriak, “Ready?!”
Setelah
itu, gadis tersebut menggerakkan bendera itu ke bawah…bersamaan dengan bunyi
pistol sebagai pertanda bahwa balapan telah dimulai.
“GO!!”
Seluruh
mobil pun langsung berjalan dengan kecepatan tinggi. Jimin langsung
berusaha untuk mengejar mobil Jungkook yang sudah memelesat di depannya. Jimin
langsung ingin menyalip mobil Jungkook tatkala tiba-tiba saja Jungkook membelokkan
mobilnya dan menghindari rencana Jimin. Setelah itu, mobil Jungkook langsung memelesat
dengan kecepatan penuh, menghadang mobil Jimin di tikungan. Jimin mengumpat
tatkala mobilnya hampir keluar dari jalur saat membanting setir. Dia memukul
setirnya sejenak, lalu dia kembali menyusul Jungkook dengan luar biasa cepat. Mobil
mereka saling menyalip dan mengimpit satu sama lain, menghindari seluruh
kendala dengan gesit. Akan tetapi, Jimin akui, mengalahkan Jungkook bukanlah
perkara yang mudah, terutama setelah mengajaknya taruhan dengan Seo Harin
sebagai persembahannya. Pertarungan itu jadi ribuan kali lebih sulit. Lebih
sengit.
Jungkook
memang benar-benar terlihat berkendara seraya mengamuk. Kendalinya jauh lebih cepat,
lebih cerdik, lebih gila, dan nyaris tak masuk akal. Seolah sudah tak
memikirkan nyawa lagi.
Hingga
akhirnya, mereka berdua pun sampai di garis finish.
Pertarungan
itu benar-benar sengit hingga mereka berdua meninggalkan peserta lain jauh di
belakang sana.
Akan
tetapi, saat sampai di garis finish, mobil yang keluar sebagai
pemenangnya adalah:
Mobil
Jungkook.
Jimin
memukul setirnya saat mengetahui bahwa ia kalah. Ia betul-betul mengusahakan
pertandingan tadi setengah mati. Tatkala beberapa detik telah berlalu, Jimin
pun keluar dari mobil dan kebetulan dia juga melihat Jungkook keluar dari mobilnya.
Mereka berdua sama-sama memasang wajah yang penuh dengan amarah. Jimin kesal
karena masih kalah, sementara Jungkook masih murka karena permintaan Jimin tadi
sebelum bertanding.
Namun,
meski kesal luar biasa, Jimin tetap berdiri di sana. Dengan lantang dia kembali
menantang Jungkook. “Di pertandingan selanjutnya, akulah yang akan
menang.”
Jungkook
menatapnya dengan tatapan membunuh. Bungkamnya itu jauh lebih menyeramkan;
ia seolah akan membunuhmu kapan saja tanpa berpikir dua kali.
“Kau
itu seharusnya bersyukur; kau beruntung punya Harin,” ucap Jimin. “Dia
cantik, pintar, dan setia. Akan tetapi, kau malah menempel dengan gadis-gadis
‘seksi’ lain yang tak sebanding dengannya. Kalau kau tak mau Harin, aku akan
mengambilnya darimu.”
“Diam,
keparat,”
ujar Jungkook dengan suara yang terdengar begitu dingin dan mengintimidasi. Dia
terdengar sangat mengerikan. “Tidak sebelum kau langkahi mayatku. Sekali
lagi kau sebut nama wanitaku dari mulutmu, I’ll ruin your life
forever, you motherfucker. I’ll definitely kill you.”
Tepat
setelah Jungkook mengatakan itu, kedua mata Jimin langsung memelotot penuh dengan
amarah. Dia mengepalkan tangannya dan langsung berencana untuk berlari
mendekati Jungkook, begitu pula dengan Jungkook yang langsung melakukan hal
yang sama. Akan tetapi, sebelum sirkuit balap itu berubah menjadi TKP
pembunuhan; sebelum mereka berdua benar-benar menghabisi satu sama lain, semua
orang yang ada di sana langsung berusaha untuk menahan mereka. Memegangi mereka
ramai-ramai. Melerai mereka.
Sejujurnya,
semua orang diam-diam sudah mengetahui sebuah fakta, yaitu:
Jeon
Jungkook akan menjadi sangat emosional jika itu menyangkut kekasihnya
dari SMA, Seo Harin. Pemuda itu beberapa waktu belakangan memang sering terlihat
tengah menggoda perempuan lain, supel kepada perempuan lain, tetapi kepada Seo
Harin, dia berbeda. Dia terlihat emosional. Kepada Harin, dia seperti
memakai hati, jantung, otak, dan seluruh tubuhnya. Kepada Harin, dia terlihat…main
hati.
******
Harin
mengerang ketika Jungkook mulai menggigit kecil lehernya. Tubuh pemuda itu
menempel pada Harin sepenuhnya, hanya dihalangi oleh pakaian yang mereka
kenakan. Kedua tangan kekar Jungkook memeluk Harin, kepalanya bersarang di
leher Harin dan dia menciumi leher bagian kiri perempuan itu sekaligus
menggigitnya sesekali; dia sukses membuat beberapa tanda merah di sana.
“Hng!”
erang Harin lagi tatkala Jungkook beralih ke bagian kanan lehernya, mengisap
kulit lehernya yang lembut itu dengan kuat. “Jungkook…!”
Harin
belum sepenuhnya bisa mencerna apa yang sedang terjadi. Sepuluh menit yang lalu,
Harin mendengar pintu apartemennya diketuk, lalu ketika ia berjalan ke pintu
itu dan membukanya, ia menemukan Jungkook di sana yang tengah berdiri dan menatapnya nanar. Rambut pemuda itu terlihat sedikit berantakan; matanya gelap.
Tatkala mata Harin melihat tepat ke kedua bola mata milik pemuda itu, Harin
seolah langsung terjerumus ke dalam kegelapannya dan tenggelam di sana,
terjebak di dalam lingkaran hitam tanpa ujung. Hal itu membuat kakinya mendadak
jadi tak bisa digerakkan.
Tepat
setelah tiga detik saling memandang, dengan secepat kilat Jungkook
langsung mendekati Harin dan menciumnya dengan ganas. Sebelah tangan kekarnya
sempat menutup pintu depan apartemen Harin seraya mencium gadis itu dengan
penuh gairah. Kedua tangan Jungkook mulai meraba-raba tubuh Harin dengan penuh hasrat,
dia mengerang tatkala mendengar Harin tak sengaja mendesah di dalam ciuman
mereka. Setelah beberapa saat, Harin mulai kehilangan kendali tubuhnya dan tak
mampu memikirkan apa pun sampai-sampai Harin tak sadar bahwa mereka sudah ada
di dalam kamarnya entah sejak kapan. Ciuman itu terasa begitu panas dan tak
sabaran. Rabaan kedua tangan Jungkook pada tubuhnya juga semakin membuatnya
tidak sadar sama sekali dengan sekelilingnya. Tidak sadar sama sekali ke mana
Jungkook menuntunnya sembari berciuman.
Sekarang
Jungkook sudah melepaskan dirinya dari leher Harin. Kepala Jungkook mulai turun
ke bawah, dia mulai menciumi dada Harin yang masih tertutupi oleh baju tidur.
Dia menciumi bagian di antara kedua payudara Harin, mengerang tatkala sadar
bahwa Harin tidak mencoba untuk menghentikannya.
Harin
sesungguhnya sudah sangat sering dicumbu seperti ini oleh Jungkook,
tetapi Harin selalu menghentikan Jungkook tatkala dirasa sudah berlebihan. Soalnya, ia tahu bagaimana lihainya Jungkook dalam menyenangkan tubuhnya, ia juga tahu bagaimana
sulitnya menenangkan gairah Jungkook. Dia takut mereka akan kebablasan jika
tidak dihentikan.
Sebenarnya,
akhir-akhir ini Harin sedang benar-benar marah pada Jungkook. Sakit hati.
Kebohongan Jungkook kemarin juga masih membuatnya kepikiran hingga kini. Ia
sudah makan hati akibat Jungkook yang akhir-akhir ini tak pernah menghargainya.
Namun, ketika dia dicumbu oleh Jungkook dengan sangat bergairah seperti ini,
dia mendadak kembali lengah. Ini juga disebabkan karena ketika Jungkook
mencumbunya, feeling gadis itu seolah mengatakan padanya bahwa Jungkook menginginkannya.
Dari cara Jungkook mencium Harin, merengkuhnya, meremas tubuhnya,
merabanya, mengelusnya, membelainya…itu semua seolah mengatakan bahwa pemuda
itu sedang jatuh cinta. Ini membuat Harin jadi sering lupa atau malah
sengaja menyisihkan masalah mereka ke samping terlebih dahulu tatkala Jungkook
mencumbunya. Walau sebenarnya ia tahu bahwa seharusnya ia mendorong Jungkook,
menamparnya, lalu mengusir pemuda itu dari apartemennya.
Jungkook
pun menggendong Harin dan mengimpitnya ke dinding kamar. Dia mencium bibir
Harin dan memasukkan lidahnya ke mulut Harin, melilit lidah Harin bersamanya. Ciuman
itu terasa begitu dalam, begitu liar. Sesekali ia menggigit bibir Harin
dan mengisapnya dengan kuat. Harin memejamkan mata seraya mengerutkan dahinya;
bibirnya dipagut tanpa henti oleh Jungkook seolah itu adalah santapan yang begitu
nikmat. Santapan yang selalu pemuda itu tunggu-tunggu. Sesekali
Jungkook mengerang rendah dan tatkala ciuman itu terlepas, bunyi kedua bibir
yang saling melepaskan itu terdengar begitu sensual. Begitu erotis. Jungkook
menatap Harin dengan tatapan yang dalam, matanya semakin menggelap.
Harin kembali tenggelam di dalam tatapan pemuda itu—ia masih terengah-engah—hingga
tiba-tiba Jungkook kembali merunduk dan menciumi area dadanya. Kini Jungkook
menciumi kulit kenyal bagian atas payudaranya; Jungkook masih mampu menyelipkan
wajahnya masuk ke area payudara Harin melalui bagian leher baju tidur Harin
yang terbuka. Bagian leher baju itu memang agak longgar sehingga Jungkook bisa
mencium bagian atas payudara Harin dari sana. Pemuda itu hanya mampu mencium
bagian atasnya karena Harin masih mengenakan bra. Jungkook pun mengisap
kulit lembut payudara sebelah kiri Harin dari atas dan hal itu membuat Harin
spontan meremas rambut Jungkook. “Hngh! Jung—”
“Lembut
sekali,
Sayang,” ucap Jungkook dengan nada yang memuja. Suara kecupannya pada payudara
Harin terdengar begitu erotis. “Nikmat.”
Tiba-tiba
Jungkook mencengkeram kedua payudara Harin dan meremasnya dengan kuat.
Dia langsung menatap tepat ke kedua bola mata Harin, lalu mendekatkan
wajahnya ke wajah Harin. Hidung mereka bersentuhan dan mereka sama-sama
terengah-engah. Harin yang dahinya berkerut seraya mendesah kuat, serta
Jungkook yang mengerang karena reaksi Harin akan sentuhannya. Dia sungguh
tergila-gila dengan seluruh respons yang diberikan Harin kepadanya.
“Boleh
kubuka bajunya?” Jungkook bertanya dengan napas yang memburu, tepat di
depan bibir Harin. “Hm? Aku buka, ya, Cinta.”
“Hangh!”
desah Harin tatkala ia merasa bahwa remasan tangan Jungkook pada kedua
payudaranya jadi semakin kuat. Semakin tidak sabar. Semakin bergairah. “Jangan—”
Tangan
Jungkook mendadak menyelip masuk ke baju Harin dan kontan saja Harin tersentak tatkala
merasakan kulit tangan Jungkook yang bersentuhan langsung dengan perutnya.
Jungkook pun mulai mendesah, sesekali dia menciumi bibir Harin. Dia sudah sangat
terangsang; kejantanannya sudah berdiri tegak sepenuhnya. Dia pun
berbicara lagi, “Atau aku sentuh langsung saja, ya?”
Tanpa
sempat menyadari apa yang terjadi, Harin langsung terperanjat tatkala merasakan
kedua tangan Jungkook yang besar itu tiba-tiba masuk menyelip melalui
bagian bawah bra-nya dan langsung menangkup kedua payudara Harin dengan
cepat.
“Ahh...
Sayang…” desah Jungkook sensual tatkala kedua tangannya sukses
menangkup kedua payudara Harin dengan sempurna dan merasakan betapa lembutnya
kedua gundukan daging yang bulat itu. Kini akalnya seakan sudah hilang
sepenuhnya. Ia mulai menciumi seluruh bagian leher Harin; dia memberikan ciuman
kupu-kupu yang terasa lembut, tetapi penuh dengan hasrat. “Lembut sekali, Sayang…
Sangat lembut. Bentuknya bulat, pas sekali di tanganku. Oh…putingnya
mengeras, Sayang... Enak, Sayang?”
Harin
menengadah, dia memejamkan kedua matanya kuat-kuat dan menggigit bibirnya. Dia
punya feeling bahwa jika dia tidak menggigit bibirnya, desahannya akan tak
terkendali dan itu pasti akan membuat Jungkook jadi semakin bersemangat. Namun,
sungguh, Harin seratus persen sadar bahwa apa yang sedang Jungkook lakukan pada
payudaranya itu terasa begitu nikmat. Sebetulnya, walau mereka sudah berpacaran
selama lima tahun lamanya, baru kali ini Jungkook benar-benar memegang payudaranya
secara langsung tanpa penghalang apa pun.
Dia
sering sekali dicumbu oleh Jungkook, sudah tak terhitung berapa kali. Pemuda
itu terkadang tiba-tiba muncul di depan apartemennya, lalu mencumbuinya. Sama seperti
malam ini. Terkadang Jungkook mencumbuinya di dalam mobil, di kampus, bahkan di
rumah pemuda itu. Akan tetapi, selama ini mereka melakukan itu dalam keadaan masih
terhalang pakaian. Paling-paling…pakaian mereka jadi berantakan karena panasnya
make out yang mereka lakukan.
Namun,
malam ini agak berbeda. Setelah lima tahun lamanya, akhirnya Jungkook
betul-betul memegang payudara Harin tanpa penghalang. Jungkook yang selama ini
selalu mencium dan meremas payudara Harin dari luar; Jungkook yang mendambakan
setiap inci tubuh Harin…pemuda itu hanya dapat mengutarakan kekagumannya melalui
sentuhan yang bergairah dari luar pakaian Harin. Biasanya, Jungkook selalu
menuruti apa pun yang Harin inginkan; jika Harin bilang jangan atau tidak, Jungkook
pun akan berhenti. Pemuda itu tak ingin Harin marah padanya. Akan tetapi, malam
ini berbeda. Jungkook seperti terpengaruh oleh sesuatu dan langsung melakukan
apa yang pemuda itu inginkan tanpa meminta persetujuan Harin lagi.
Anehnya,
alih-alih menghentikan Jungkook, Harin yang sudah terpengaruh oleh hasrat
Jungkook itu pun justru diam saja. Dia seolah membiarkan Jungkook
meremas payudaranya dengan bersemangat. Namun, tatkala Jungkook tiba-tiba menarik
kedua putingnya, Harin sontak berteriak.
“Ahh!!
Ahngg—ahh!!”
“Oh,
your voice, My Queen,” ujar Jungkook, pemuda itu seakan tersihir karena
suara desahan kekasihnya. “It sounds so…beautiful. Suka, Sayang?”
“Jungkook…!”
Harin terengah-engah. Demi Tuhan, dia merasakan kenikmatan yang luar biasa saat
putingnya ditarik dengan kuat, tetapi dia tahu bahwa dia harus segera menghentikan
Jungkook. “Sudah—ahh!! Hngh!!”
“Boleh
kuisap?” pinta Jungkook tiba-tiba. Dia terdengar memohon. Secara
mendadak, Harin juga merasa bahwa tubuhnya kini mulai terentak-entak ke atas
karena Jungkook mendorong kejantanannya yang masih terbungkus celana jeans itu
ke area kewanitaan Harin yang juga masih terbungkus celana tidur. Jungkook
mengentakkan kejantanannya dari bawah dengan kuat, berkali-kali, seolah
ingin merasakan gesekan yang ditimbulkan dari sana. Seolah sambil ingin
berfantasi bagaimana kalau kejantanannya memang masuk ke dalam vagina milik
Harin. “Aku isap, ya, Sayang? Putingnya mengeras… Ini pasti akan terasa sangat
nikmat apabila berada di antara lidahku. Boleh, ya?”
Napas
mereka berdua memburu. Sebelum Harin sempat menjawab apa pun, Jungkook langsung
membawa Harin yang sedang berada di dalam gendongannya itu ke arah ranjang,
lalu membanting tubuh Harin ke sana dengan tidak sabaran. Harin terperanjat
tatkala menyadari bahwa tubuhnya yang tadinya terimpit ke dinding itu tiba-tiba
kini sudah berada di atas ranjang dan langsung ditindih oleh tubuh besar
Jungkook. Dia berasa kecil sekali di bawah tubuh kekar Jungkook yang menjulang
di atasnya. Cahaya lampu di bagian atas ruangan itu langsung terhalang oleh
tubuh Jungkook; Harin diselimuti oleh bayangan Jungkook. Seluruh penglihatan
Harin kini dipenuhi dengan sosok pemuda itu yang tengah mengungkungnya dari
atas. Mereka pun saling bertatapan.
“Ah…
Aku sangat mencintaimu,” ujar Jungkook, desperate. Matanya
menatap Harin dengan penuh cinta, penuh gairah, dan penuh hasrat.
“Aku mencintaimu, Sayang. Cinta kamu. Semuanya untukmu.”
Harin jujur sedikit kaget dengan ungkapan
cinta itu. Sebenarnya, sudah tak terhitung berapa kali Jungkook mengungkapkan
cinta kepadanya, tetapi malam ini Jungkook benar-benar terlihat putus asa.
Matanya terlihat menatap Harin dengan penuh damba; dia menatap Harin
begitu dalam seolah sedang berada dalam pengaruh sihir. Dia terlihat begitu mengagumi
kecantikan Harin. Begitu lapar. Begitu memuja.
Tiba-tiba
Jungkook melepas seluruh kancing baju tidur Harin dan langsung melemparkan baju
itu ke sembarang arah hingga jatuh ke lantai. Tak membuang waktu, ia lantas
membuka bra yang sedang Harin kenakan, lalu melempar bra tersebut ke lantai juga
dengan tak sabaran. Harin sempat berteriak, “Ah!” karena perlakuan itu.
Seluruh penutup bagian atas tubuh Harin sudah benar-benar terlepas dari gadis
itu; ia kini setengah telanjang di hadapan Jungkook. Dia terperangkap di bawah
kedua mata Jungkook yang semakin menatapnya dengan rasa ingin. Ia
sungguh merona karena merasa benar-benar terbuka di bawah pengawasan mata
Jungkook yang menggelap tatkala melihat penampilannya saat ini.
“Cantik
sekali,” puji Jungkook. “Cantik, Sayang. Terlihat sangat…nikmat.
Seksi sekali.”
Setelah
mengatakan itu, Jungkook menjilat bibirnya dan menatap Harin dengan penuh
nafsu. Pemuda itu kemudian langsung merunduk dan mengisap puting
berwarna merah kecoklatan milik Harin tanpa ampun. Dia menyedotnya, menariknya
dengan kuat menggunakan lidahnya, menggigitnya, dan mengemutnya; dia
terlihat begitu haus. Begitu lapar. Dia sudah terbakar nafsu berahi.
Desahan Harin yang kini tak terkendali itu semakin membuatnya gila. Dia yang sedari
tadi sudah merasa hilang akal, kini semakin merasa tak terkontrol. Dia ingin
menyetubuhi Harin sekarang juga.
“Angh!!
Ah—Jungkook...!” rengek Harin. “Jungkook—sudah… Ahh! Ah! Pelan—pelan-pelan,
Jungkook...”
Mendengar
itu, Jungkook jadi semakin merasa dimabuk gairah. Udara yang dia hirup seolah
merupakan udara yang sangat berat dan bertekanan tinggi akibat dipenuhi
dengan cinta. Hormon dopaminnya memelesat hingga full; dia serasa
berada di atas awang-awang. Ah, dia bisa-bisa ketagihan.
Jika
mulutnya tengah sibuk menyusu di payudara Harin yang sebelah kanan,
tangannya sibuk memelintir dan menarik puting payudara Harin yang sebelah kiri.
Sesekali dia meremas payudara itu dengan semangat. Memutarnya…meremas demi merasakan
kekenyalannya…memainkan putingnya di telapak tangannya…lalu meremasnya kembali,
merasakan betapa lembut, bulat, dan indahnya payudara natural milik Harin, serta
merasakan betapa pas ukuran payudara itu di tangannya yang besar. Dia bisa gila.
Setelah
itu, Jungkook mengganti posisinya. Dia mengisap payudara Harin yang sebelah
kiri dan kini tangan kirinyalah yang bertugas memainkan payudara Harin yang sebelah
kanan. Jeritan Harin terdengar begitu merdu di telinganya. Dia betul-betul
terobsesi.
“Ah—nikmat
sekali,” ujar Jungkook tatkala mulutnya melepas puting Harin dengan suara kecupan
yang sensual. “Nikmat sekali, Sayang…” pujinya.
“Jungkook,
rasanya agak perih…” rengek Harin. Kedua putingnya berasa pedih dan
panas. Sepertinya, seluruh bagian dari payudaranya kini jadi merah-merah.
Dengan mata yang berkaca-kaca, Harin pun memohon pada Jungkook, “Sudah, ya…?”
Namun,
hal itu justru berefek sebaliknya pada Jungkook. Melihat Harin memohon padanya
dengan mata berkaca-kaca seperti itu, merengek padanya, dia jadi semakin
ingin menyetubuhi Harin tanpa ampun, sekarang juga. Dia jadi ingin bersanggama
dengan Harin. Dia menggeram; rahangnya mengeras dan dia menggertakkan giginya. Setelah
itu, dengan tanpa ampun dia langsung menarik kedua tangan Harin untuk
diletakkan di atas kepala gadis itu. Dia langsung mengunci kedua tangan Harin itu
dengan sebelah tangan kirinya, kemudian dia juga langsung melepaskan celana
tidur Harin dengan satu gerakan tangan kanannya. Setelah dia melempar asal
celana tersebut, dengan geraman yang rendah dia pun membuka ritsleting
celananya sendiri dan menurunkan celana jeans itu sedikit ke bawah
hingga hanya terlihat boxer hitam ketatnya yang menampilkan
kejantanannya yang sudah berdiri tegak. Kejantanan itu sungguh besar, berdiri
tegak, dan berurat. Harin sontak melebarkan matanya karena panik. Pipinya memanas
dan memerah; jujur baru kali ini dia melihat kejantanan Jungkook meski masih
tertutupi oleh boxer. Harin terperangah. Dia langsung bergerak dengan gelisah.
Dia takut Jungkook benar-benar akan berhubungan seks dengannya saat ini,
padahal hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja. “Jangan—Jung—”
Namun,
tanpa ba bi bu lagi, Jungkook langsung mendekatkan dan mendorong kejantanannya
yang tertutupi oleh boxer itu ke vagina Harin yang juga masih
tertutupi oleh celana dalam. Jungkook langsung mengentakkan kejantanannya ke vagina
Harin—seakan menyetubuhinya dengan sangat kuat—hingga Harin merasa
seolah sedang dihujam dari bawah, padahal kedua alat vital mereka masih
terhalang oleh kain.
“Ahhh!”
desah Harin, gadis itu nyaris berteriak. “Hangh—ahh!!
Jung—Jungkook—jangan...! Jungkook…!”
Saking
kuatnya hujaman Jungkook, Harin jadi merasa seperti benar-benar sedang digagahi.
Entah mengapa rasanya sangat luar biasa, dia bisa merasakan kejantanan
Jungkook yang sangat besar dan keras itu menempel pada vagina-nya yang
masih tertutupi oleh celana dalam tipis. Selain itu, dia yakin celana dalamnya sekarang
sudah sangat basah sehingga Jungkook pun pasti bisa merasakan tekstur vagina-nya
dengan sangat jelas. Mulai dari kedua bibir vagina-nya, klitorisnya…pasalnya
erangan Jungkook terdengar semakin kuat. Pemuda itu menggeram,
mengerang, dan mendesah di telinga Harin. It feels so fucking good. Sebelah
tangannya masih menahan kedua tangan Harin, sementara sebelah tangannya lagi
sedang meremas payudara Harin. Menarik putingnya kuat-kuat. Dia mencium bibir
Harin dengan penuh nafsu, hujamannya di bawah sana terasa semakin kuat.
Dia seolah ingin benar-benar memasukkan kejantanannya ke dalam vagina
milik Harin.
“Sayang…”
Jungkook
mengerang tatkala ciuman mereka terlepas. Bibirnya berada tepat di depan bibir
Harin, napas mereka terasa begitu hangat, memburu, dan penuh gairah. “Sayang...
My Rin…”
“Jangan
dimasukkan, Jungkook, kumohon…” pinta Harin. Matanya
berkaca-kaca, antara merasa nikmat dan merasa gelisah. “Jangan…ya?”
“Percayalah,
Sayang, aku ingin menyetubuhimu dengan sangat kuat sekarang juga;
aku ingin menusuk, menghujam vagina milikmu yang begitu cantik dan
sempit ini hingga kau menangis dan memohon padaku untuk berhenti,” ujar
Jungkook dengan mata yang melebar penuh penekanan. Rahangnya mengeras.
Tatapannya penuh dengan intimidasi. “tetapi meski aku sangat lapar, meski
vagina-mu terasa begitu mengundangku saat ini, aku tetap tidak
akan memecah keperawananmu jika kau tidak mengizinkanku. Aku
lebih baik mati daripada dibenci olehmu seumur hidup.”
Harin
yang matanya berkaca-kaca itu mendadak berteriak lagi ketika ia merasa bahwa Jungkook
kembali menghujamnya dengan satu gerakan yang paling kuat,
sebelum akhirnya pemuda itu membuat gerakan memutar dengan seksi. Sesekali
dia menggesekkan kejantanannya tepat ke klitoris Harin hingga desahan Harin
jadi tak terkontrol. Pemuda itu lalu kembali membuat gerakan memutar, tepat di
klitoris Harin, hingga refleks Harin berteriak kencang. Ada sesuatu yang
rasanya terpancing di dalam tubuh Harin. Seolah ia tak mau Jungkook
berhenti bergerak. Ia refleks menarik kedua tangannya dari cengkeraman Jungkook
yang sangat kuat itu dan Jungkook mengizinkan hal itu terjadi. Jungkook melepas
cengkeramannya—yang sudah membuat lengan Harin jadi memerah itu—dan membiarkan
kedua tangan Harin bebas. Kedua tangan Harin pun spontan memeluk leher Jungkook
dan hal itu membuat Jungkook jadi mabuk kepayang. Rasanya nikmat sekali.
Bagian sensitif yang saling bergesekan, saling memutar, saling
bertabrakan dengan keras, saling merasa tak cukup, saling membutuhkan,
semuanya membuat Jungkook dan Harin seolah lupa segalanya.
“Jungkook!
Ha—ah! Jungkook…!” teriak Harin. Ah, sungguh indah sekali namanya tatkala
diteriakkan oleh Harin dengan penuh desahan seperti itu. “Haaangh!! Jung—sesuatu…sesuatu
seperti ingin—ingin keluar! A—Aku—ah!!”
Gila.
Jungkook kini benar-benar jadi gila. Dia yakin, kemungkinan tetangga sebelah
akan mendengar aktivitas mereka saat ini. Apartemen Harin bukanlah
apartemen yang kedap suara. Hanya saja mereka dibantu dengan dinding yang cukup
tebal. Unit-unit apartemen itu memang bersebelahan, tetapi dindingnya cukup
tebal. Jarak antar kediaman tidak begitu berdempetan satu sama lain meski masih
satu bangunan. Jungkook lalu mulai menghujam vagina Harin dengan sangat
kuat, sangat cepat, dan sangat brutal. “Keluarkan, Sayang. Keluarkan.
Keluarkan semuanya. Aku di sini.”
“Jungkook!
Haanghh!! Ah! Ke—keluar!” Harin mendesah kencang, dia berteriak dengan
putus asa. Desahannya terdengar begitu seksi dan erotis. Dia semakin
mengeratkan pelukannya pada leher Jungkook, kedua kakinya yang tadinya
mengangkang di bawah Jungkook kini refleks mengalung di pinggang pemuda itu.
Sesuatu di dalam dirinya menuntutnya untuk menyelesaikan semua ini. Dia ingin
selesai. Dia tak ingin Jungkook berhenti. Dia ingin...selesai
sampai akhir. Dia ingin klimaks. “Ahhh! O—Oh! Haa! Haanggh!!”
Setelah
itu, dengan satu hujaman yang amat kuat dari Jungkook, Harin pun
melengkungkan tubuhnya ke belakang dan kepalanya terdongak. Dia pun berteriak
kencang, “Jungkook…!!!!”
Dengan
satu teriakan kencang itu, Harin pun akhirnya klimaks. Ada cairan yang keluar
dari vagina-nya, merembes keluar dari kedua sisi celana dalam tipisnya.
Kepalanya yang terdongak itu kini terasa begitu ringan. Ia merasa seperti berada
di atas awan, melambung tinggi ke langit. Dia sedang berada di puncak kenikmatan;
kedua matanya seolah melihat bintang. Rasanya tubuhnya ringan sekali.
Dia
tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Rasanya seakan semua hal di sekitarnya
jadi memutih semua. Akalnya hilang. Dia baru sadar kalau ternyata puncak
kenikmatan itu rasanya seperti ini. Dia berasa seperti baru saja berhubungan
seks dengan Jungkook, bercinta dengan hebat, padahal kenyataannya mereka
belum sejauh itu. Meskipun demikian, rasanya dia seperti baru saja disetubuhi
habis-habisan oleh Jungkook.
Namun,
tatkala sudah bisa meraih kewarasannya kembali, Harin pun menatap ke bawah
sana. Soalnya, dia merasa bahwa kejantanan Jungkook masih menekan vagina-nya;
Jungkook masih menggoyangkan dan menggesekkan kejantanannya di sana. Tentu saja, Jungkook belum keluar.
“Jungkook…?”
panggil Harin dengan lemas. Tubuhnya mendadak terasa lelah setelah klimaks.
Suaranya serak.
“Iya,
Sayang?” jawab Jungkook dengan mesra. Dia menatap Harin yang ada di bawahnya
itu dengan penuh cinta. Namun, Harin masih melihat ke bawah sana. Ke kejantanan
Jungkook. Gadis itu jadi berpikir.
“Masih
mau…ya?” tanya Harin pada Jungkook dengan polosnya. Dia bahkan tak sadar
bahwa dia telah menanyakan hal yang segamblang itu, soalnya yang dia pikirkan
hanyalah: dia sudah klimaks, tetapi Jungkook belum. Jungkook juga pasti
ingin selesai, seperti dia tadi yang ingin sekali klimaks.
Namun,
pertanyaan polosnya itu justru membuat Jungkook kembali mengeraskan rahang. Dia
langsung menatap Harin dengan tatapan tajam. “Jangan pancing aku,
Sayang. Nanti aku jadi benar-benar menusukmu.”
Mata
Harin membulat sempurna tatkala mendengar jawaban Jungkook itu. Dia menatap mata
Jungkook dan pipinya merona. “Aku—aku tidak memancingmu. Aku hanya…”
Jungkook
tersenyum miring. “Bantu aku klimaks, ya?”
Harin
menggigit bibirnya. Pipinya semakin memerah. “Bagaimana...caranya?”
“Menungging
untukku, hm?” pinta Jungkook seraya berbisik di depan bibir Harin. “Aku
janji tidak akan menusukmu. Aku hanya akan menggesekkan milikku di
antara kedua pahamu. Boleh?”
Kini
wajah Harin sudah semerah kepiting rebus. Itu—maksudnya—
“Boleh,
Sayang?” tanya Jungkook sekali lagi dengan napas yang memburu. Wajahnya
dengan wajah Harin sekarang hampir menempel satu sama lain. “Kejantananku sudah
sakit sejak tadi. Kau seksi sekali. Kau begitu nikmat. Tidak usah
lepas celana dalammu.”
“Apakah
kau akan melepas celana dalam…mu?” tanya Harin dengan ragu, dia sesungguhnya
malu mengucapkan itu dari mulutnya sendiri.
Jungkook
terkekeh pelan, pemuda itu terdengar seksi sekali. “Bagaimana caraku
menggesekkannya di antara kedua pahamu, hingga mengenai vagina-mu yang
indah itu, jika aku tidak melepas celana dalamku?”
Sontak
Harin jadi semakin malu. Napasnya tertahan. Pipi gadis itu semakin merona (jika
itu memungkinkan) dan dia semakin salah tingkah luar biasa. Jantungnya berdebar
kencang. Sungguh, Jungkook vulgar sekali. Baru kali ini mereka bercumbu seberani
ini. Atau lebih tepatnya, sebenarnya Jungkook memang seberani itu, tetapi
selama ini Harin tidak mengizinkannya. Harin sangat malu tatkala memikirkan
bahwa kali ini…dia benar-benar akan merasakan bentuk kejantanan Jungkook
melalui kedua pahanya dan melalui vagina-nya yang hanya tertutupi oleh celana
dalam tipis.
Dia
jadi takut celana dalam tipis itu akan tergeser ke samping. Benar juga! Ini
berbahaya!
“T—Tapi
jangan dimasukkan, ya?” pinta Harin dengan pipi yang memerah. Matanya memandangi
Jungkook dengan penuh permohonan, masih berkaca-kaca. Aah, Jungkook jadi
benar-benar tidak tahan.
“Iya,
Ratuku,”
jawab Jungkook. Dia tertawa pelan. Wajahnya terlihat luar biasa tampan di antara
cahaya yang menerangi kamar Harin. Tubuhnya yang besar itu mengurung Harin
sepenuhnya. “Menungging, ya, Sayang? Aku akan membantumu. Masih lemas, hmm?
Pegangan ke bantal, ya, Sayang. Aku akan menusuk sela-sela pahamu dari
belakang.”
Setelah
itu, Jungkook membantu Harin untuk berbalik. Ketika Harin baru saja berada
dalam posisi menyamping (belum benar-benar berbalik), Jungkook tiba-tiba
berbisik di telinganya.
“Boleh
aku menginap di sini malam ini, Sayang?” tanyanya dengan suara yang serak, seksi,
dan menggoda. “Kurasa aku tidak akan pulang dalam waktu dekat.”
“Eh...?”
Harin melebarkan matanya, spontan menoleh ke arah Jungkook. Maksudnya…apa?
“Pastikan
celana dalammu tidak tergeser, Sayang,” pesan Jungkook—tak menghiraukan
Harin yang keheranan—dia berbisik perlahan seraya membalikkan tubuh Harin. “Aku
tak yakin kalau aku bisa menahan nafsu
untuk tidak memasukkan kejantananku ke dalam lubang vagina-mu jika
celana dalammu terbuka. You hear me?”
Harin
hanya bisa mengangguk perlahan. Dengan rasa gelisah dan takut, ia pun menjawab,
“Hng.”
Jungkook
lalu menaikkan pinggul Harin agar Harin benar-benar menungging di hadapannya. Pemuda
itu lalu merapatkan kedua paha Harin dan dia mulai mengagumi bokong Harin yang
sangat bulat dan indah. Matanya melebar penuh hasrat. Ia benar-benar
berahi. Napasnya memburu, mulutnya sedikit terbuka. Dia betul-betul takjub melihat
pemandangan yang ada di depannya saat ini.
Harin.
Gadis yang sangat ia cintai. Gadis yang sangat ia inginkan. Sumber mimpi
basahnya. Objek fantasi liarnya. Satu-satunya gadis yang mampu membuatnya
terobsesi. Cinta matinya, segala pusat kehidupannya selama ini…kini menungging di
depannya. Menunggu untuk dihujam. Menunggu untuk ditusuk. Menunggunya dengan
patuh.
Rahang
tegasnya yang menawan itu kini nyaris terlihat berurat. Dia menggeram rendah.
Seekor binatang buas di dalam tubuhnya seakan bangkit. Terlepas dari
belenggunya.
Setelah
itu, seraya menurunkan boxer yang ia kenakan, Jungkook pun menatap Harin
dari belakang dengan mata yang segelap malam dan sedalam samudra.
“You will be the death of me, My Queen. Stay put for me, yeah? I won’t let
you go for the next few hours.” []
******
No comments:
Post a Comment