Chapter 5 :
Elika
******
Author:
VIOLETTE tercengang. Justin sama sekali tak
mendengarkan apa pun yang ia katakan. Percuma saja, mau Violette berbicara
sampai berbuih pun, Justin hanya akan menganggap Violette
sebagai ayam betina yang terus berkotek tanpa henti di depannya.
"Excuse me, sir?" ujar Violette, mengernyitkan dahi.
Justin menghela napas, pandangannya
yang semula ada pada laptopnya kini beralih dengan malas ke arah Violette.
"Don't you hear that? Aku menyuruhmu untuk mengantarkan
berkas ini ke beberapa manajer bawahanku," ujar Justin.
Violette menggeleng dengan cepat,
lalu memiringkan kepalanya karena tak mengerti. "Bu—but,
sir, aku sedang berbicara denganmu. Lagi pula, umm...bisakah kau
memberitahuku ada berapa ruangan manajer di sini? Berkas apa saja yang harus
kuberikan ke masing-masing dari mereka? Juga ada di lantai berapa saja para
manajer itu?"
Justin kembali menyusun berkas itu
dan mengumpulkannya di genggamannya setelah sebelumnya memasukkan file-file berkas
itu ke dalam beberapa map. Setelah itu, Justin menyodorkan tumpukan map yang
berisi kertas itu—agak menjorok ke depan—ke bagian tepi mejanya.
Justin menghela napas, kemudian menatap Violette lagi.
"Para manajer ada di lantai
dua belas, di semua ruangan yang ada di sana. Di lantai tiga belas ini juga
ada, semua ruangan di sini terkecuali ruanganku adalah ruangan mereka dan
ruangan para direktur. Kau bisa memberikan satu map untuk satu manajer. Semua
isinya sama. Jadi, kau tak perlu melihat-lihat yang mana yang akan kau berikan
pada mereka. Semuanya berjumlah sepuluh map untuk sepuluh manajer, berarti kau
harus mendatangi sepuluh ruangan. Aku sudah menulis nama-nama manajernya di
bagian atas map. Antarkan itu semuanya dalam waktu sepuluh menit. Hitung-hitung
itu hukuman dariku atas keterlambatanmu."
Violette tercengang. Hello! Dia
hanya terlambat selama 45 detik, lho, itu pun karena dia
diberi waktu yang sangat tidak masuk akal oleh Justin! Oh sial.
"Sir, aku hanya terlambat selama 45
det—"
Justin hanya diam dan menatap
Violette dengan mata yang menyipit setipis silet. Violette mulai merasakan hawa
yang mengerikan itu; Violette kontan meneguk ludahnya. Mengerikan! Orang
ini mengerikan sekali!
Tubuh Violette mendadak jadi kaku.
"B—Baiklah, sir," ujar
Violette dengan gagap. Justin menggeleng samar, kemudian pria itu mendengkus
dan kembali fokus pada teleponnya, berkasnya, dan entah apa pun itu. Yang
jelas, Violette hanya mengambil berkas itu dari meja Justin sambil ketakutan.
Gadis itu dengan cepat merunduk hormat, lalu berbalik dan keluar dari ruangan.
******
Violette hanya bisa menghela napas
lega ketika berhasil keluar dari ruangan CEO itu. Gila! Di
sana suhunya sudah dingin karena AC, tetapi karena sikap Justin, ruangan itu
jadi terasa seperti di kutub utara. Suasananya juga terasa sangat mencekam.
Demi apa pun, Violette agaknya lebih baik tidur daripada harus terjaga dan
merasakan suasana seperti itu terus-menerus.
Violette berjalan dan mencoba untuk
mengatur pernapasannya agar tidak tegang lagi. Tiba-tiba Violette merasa kalau
tumitnya lecet. Entahlah. Apakah itu karena dia tadi berangkat dengan terburu-buru,
sementara dia memakai high heels? Aduh. Violette hanya
bisa berharap semoga dia tidak terjatuh, tersandung, atau sejenisnya di lift
nanti. Dia mungkin bisa semakin menderita. Cukup Justin saja yang membuat
hidupnya kacau dalam beberapa hari ini. Sialnya muka datar Justin itu selalu
sama saja setiap harinya. Tidak berekspresi atau mungkin...memang terlahir
tanpa otot di wajah?
Violette memasuki satu per satu
ruangan manajer yang ada di lantai tiga belas itu—yang namanya tercatat di
map—dengan sopan dan tidak terburu-buru meskipun kenyataanya Justin hanya
memberikannya waktu selama sepuluh menit. Violette sudah disuruh bergerak
seperti robot tadi pagi dan sekarang dia kembali diberi waktu secepat itu untuk
mengantarkan berkas-berkas ini ke para manajer. Violette tentu saja ingin
membantahnya, tetapi Violette takut dipecat.
Ha.
Lantai tiga belas selesai. Violette
masuk ke dalam lift dan turun ke lantai dua belas. Bunyi 'ding' dari
lift itu sedikit mengagetkan Violette, tetapi akhirnya ia keluar dari lift itu
dan memasuki ruangan beberapa manajer yang ada di lantai dua belas.
Akhirnya, Violette sampai di
ruangan yang paling ujung. Dari plang yang ada di depan pintunya, ini adalah
ruangan manajer R&D. Violette mengetuk pintunya tiga kali dengan pelan,
lalu memasang senyum sebaik mungkin.
"Masuk."
Violette melebarkan senyumnya lagi
dan membuka pintu itu dengan pelan. Gadis itu masuk, lalu menutup kembali
pintunya. Sembari berbalik dan berjalan ke dalam, Violette sibuk mengambil
salah satu map yang sedang ia pegang di pelukannya.
"Excuse me, sir, I'm here
to—" Violette
terhenti ketika ia menoleh ke depan dan mendapati bahwa yang ada di depannya saat
ini adalah seorang perempuan. Violette membulatkan kedua bola matanya dan
ternganga. Dari tadi Violette tidak melihat satu pun manajer yang perempuan.
Kalau begitu, yang di depannya ini adalah...satu-satunya?
Pantas saja nama yang tertera di
mapnya itu tidak seperti nama seorang laki-laki.
Wow, Violette jadi berpikir kalau
perempuan ini pasti hebat sekali bisa menjadi salah satu manajer di sini. Ergh, kapan
Violette bisa sesukses itu? Violette menggeleng sendiri, menyadari bahwa
pikirannya mulai berkelana terlalu jauh. Ah, tetapi berharap saja boleh, 'kan?
"Oh—maafkan aku, Bu, aku—em... Ah,
ya, Bu, ini ada berkas dari Bapak CEO untukmu," ujar
Violette, pipinya memerah menyadari bahwa dia terlalu terpesona dengan
perempuan yang ada di depannya saat ini. Manajer itu terlihat dewasa dan seksi.
Tatapan mata yang tajam, wajah yang tirus...it's perfect. Rambutnya
sepunggung dan bergelombang. Dia memakai rok di atas lutut dan kemeja yang
serasi dengan jas serta roknya. Dia sangat menawan dan terlihat begitu
profesional. Dia berkarisma.
Perempuan itu lalu mendekati
Violette dengan anggun dan meraih map yang disodorkan oleh Violette. Violette
tersenyum dengan malu padanya dan perempuan itu juga balas tersenyum. Setelah
itu, Violette merunduk hormat, lalu berbalik dan berencana untuk keluar.
"Eh—tunggu," ujar
manajer itu tiba-tiba.
Violette membulatkan matanya. Eh? Dia
dipanggil lagi?
Violette langsung berbalik dan
menatap perempuan itu sembari berkedip berkali-kali bak orang tolol.
"Y—Ya, Bu?"
Perempuan itu tersenyum.
"Panggil aku Elika."
"Ah… Baik, Miss Elika,"
jawab Violette. Elika tertawa keras dan itu membuat Violette nyaris terlompat
ke belakang, dia terkejut setengah mati.
"Kau lucu sekali," ujar
Elika, perempuan itu tampak sedang berusaha untuk menghentikan tawanya.
Violette menggaruk tengkuknya.
Lucu?
"Apakah kau executive
assistant Justin yang baru itu?" tanya Elika kemudian. Mata Violette
membelalak. Mengapa Bu Elika tidak memanggil Justin dengan embel-embel Mr. di
depannya? Baru kali ini Violette mendengar ada orang di perusahaan ini yang memanggil
Justin dengan panggilan 'Justin' saja selain Violette.
Namun, Violette berusaha untuk
tidak memikirkan hal itu. "Yes, Miss. That would be
me. Can I help you?" jawab Violette.
Elika tertawa lagi. Kali ini dia
tertawa geli, tetapi tidak keras.
"Tidak—tidak... Kau tak perlu
membantu apa pun. Well, kau beruntung. Kudengar kau baru
beberapa hari bekerja di sini dan kau sudah diangkat menjadi executive
assistant-nya. Selain itu, sepertinya dia tak bisa melepaskanmu," ujar
Elika sembari tersenyum. Kepalanya memiring ke sisi. "Mm-hmm, kau
beruntung sekali. Dia memanggilmu kembali ketika nyatanya kau sudah dipecat.
Baiklah, pertahankan itu. Aku hanya ingin mengobrol soal itu saja."
Violette mengernyitkan dahinya tak
mengerti. Dari mana Bu Elika tahu kalau Violette dipecat dan dipanggil kembali
oleh Justin?
"Em... I'm sorry,
Miss, tetapi dari mana Anda tahu bahwa—" Belum sempat Violette
menyelesaikan kalimatnya, Elika memperlebar senyumnya hingga membuat Violette
terdiam. Setelah itu, Elika berbalik dan berjalan ke mejanya. Kini Elika
berdiri di balik mejanya; wanita itu menatap Violette dengan senyuman yang
manis, semanis madu.
"Justin itu tidak menyukai
perempuan yang tidak menggoda, setahuku," ucap Elika dengan tajam kepada
Violette. Entah mengapa nadanya berubah menjadi tajam seperti itu.
Elika pun tersenyum lagi. Perubahan
drastisnya dalam waktu yang singkat itu sukses membuat Violette mengerutkan
dahi. "Apakah kau ada urusan lain, Miss Violette? Oh—ya,
bisakah kau memberikan ini padanya?" ujar Elika, lalu ia terlihat sedang
mengambil sesuatu dari mejanya. Sebuah amplop.
Elika lalu berjalan mendekati
Violette dan memberikan amplop itu kepada Violette. Violette meneguk ludahnya,
lalu meraih amplop itu.
Violette mengangguk.
"Baiklah, saya permisi dulu,
Bu," ujar Violette, kemudian Violette merunduk hormat pada Elika. Violette
lalu berbalik dan keluar dari ruangan itu. Ketika sampai di balik pintu,
Violette kembali mengernyitkan dahinya karena tak mengerti. Memikirkan semua
yang ingin ia ketahui...membuat kepalanya pusing. Akhirnya, Violette memilih
untuk menggeleng, berjalan lagi ke lift, dan naik ke lantai tiga belas.
Sementara itu, Elika tersenyum—dia
masih berdiri di tempat yang sama ketika memberikan amplop itu kepada
Violette—sembari memandangi pintu ruangannya, tempat di mana Violette baru saja
keluar.
******
Violette kembali ke ruangan Justin seraya
mengembuskan napas lelah lewat mulutnya. Gadis itu berjalan menuju ke kursinya.
"Terlambat satu menit."
Langkah Violette sontak terhenti,
lalu satu detik kemudian Violette mengepalkan tangannya.
"Maaf, sir," ucap
Violette sembari menahan amarahnya. Ia menggigit bibir bawahnya dengan kuat
agar amarahnya tertahan.
"Well, aku senang kau menjadi
penurut," ujar Justin asal. Violette sontak menggeram dan langsung
berjalan dengan penuh amarah ke meja Justin. Ketika sampai di depan meja
Justin, Violette langsung meletakkan amplop dari Elika tadi dengan tatapan yang
sangat mengerikan. Violette terlihat seperti monster saat ini.
"Apa ini," ujar Justin
dengan tak acuh, pria itu mengalihkan pandangannya untuk menatap Violette
seraya menaikkan sebelah alisnya. SIAL! Jadi, pria itu tak memedulikan tatapan
iblis yang sudah dikeluarkan oleh Violette? Argh, demi
Neptunus, Justin benar-benar sialan.
"Surat kematianmu," ujar
Violette dengan nada yang mengerikan.
Justin hanya mengernyitkan dahinya
samar, lalu pria itu kembali menaikkan sebelah alisnya.
"Lebih sopanlah, Ms.
Morgan," peringat Justin. Violette semakin menatap Justin dengan tajam.
"Kau akan mati sebentar
lagi, sir," kata Violette dengan horror.
"Aku bertanya padamu apa ini,
Vio. Jangan berusaha untuk membuat lelucon." Justin menatap Violette
dengan ekspresi datar.
Violette mengembuskan napasnya
sekeras mungkin hingga kertas di atas meja Justin bergerak-gerak. Sial.
"I don't know, sir. Itu dari Bu Elika."
Violette berlalu dari hadapan Justin setelah Justin mengangguk. Violette duduk
di kursinya dan tiba-tiba dia teringat sesuatu. Ada sebuah kata-kata dari Bu Elika
yang masih tersangkut di kepalanya.
'Justin itu tidak menyukai
perempuan yang tidak menggoda.'
Apa-apaan itu? Itu seolah-olah
menyiratkan bahwa Bu Elika tahu seluk-beluk diri Justin, padahal
Mr. Locardo—paman Justin—saja tidak mengetahui betapa bad guy-nya Justin
ini. Justin dikenal sebagai CEO yang misterius, 'kan? Jadi,
tidak ada yang tahu banyak tentangnya. Namun, sepertinya perempuan itu tahu
sesuatu.
Lantas, Bu Elika
itu...siapa? Oh Tuhan, semoga saja Bu Elika tidak tahu masa
lalu Justin yang pernah bergabung dalam organisasi Red Lion. Jika iya, Violette
pun pasti terancam!
Violette langsung mengerjap dan
menatap Justin yang duduk sekitar dua meter di samping kirinya.
"Justin—eh...sir."
"Hmm."
Violette meneguk ludahnya.
"Umm... Bu Elika
itu...mengapa dia tahu bahwa kau memanggilku kembali setelah aku dipecat?
Selain itu, mengapa dia—emm...dia sepertinya tahu seluk-beluk
dirimu," ujar Violette.
Justin tiba-tiba terhenti dari
aktivitasnya. Kening Justin bertaut samar.
"Apa yang ia katakan padamu?"
tanya Justin tanpa memandang ke arah Violette. Justin bertanya dengan pelan,
tetapi terdengar begitu tajam.
Violette tanpa sadar meneguk
ludahnya.
Violette menggaruk tengkuknya yang tidak
gatal. "Ah—itu... Dia berkata bahwa kau tak suka perempuan yang tidak menggoda."
Justin menghela napas samar,
kemudian pria itu kembali melanjutkan aktivitasnya. Dia tampak sedang mengetik
sesuatu di laptopnya.
"Pulanglah, hari ini tidak ada
yang perlu kau kerjakan lagi. Besok kau ikut aku. Aku akan mengadakan pertemuan dengan
perusahaan Martin."
Kedua mata Violette jelas
membelalak.
"Martin? ARE YOU
SERIOUS? HUWAAAAA BERARTI AKU AKAN BERTEMU DENGAN HILLDA LAGI? OH
MY GOD!!!! AKU HARUS IKUT!!!" teriak Violette dengan girang.
Justin menatap ke arah Violette dan menaikkan sebelah alisnya.
"Kau selalu berisik tiap kali
aku melihatmu. Jika dalam waktu tiga detik kau tidak keluar dari ruangan ini,
aku akan memecat—"
Mata Violette memelotot. "Ah, iya,
iya, sir! Aku tahu! Aku tidak akan dipecat karena aku akan
cepat-cepat. Woohooo! Wah, kau akan bertemu lagi dengan
Hillda, ya? Ahhh, aku ingin melihat ekspresimu nanti," ujar Violette, gadis
itu meledek Justin sembari membereskan barang-barangnya yang ada di atas meja
dan memasukkan barang-barang itu ke dalam tasnya.
"Cepatlah keluar, Vio," jawab Justin
sembari mengembuskan napasnya samar.
"Wah! Aku tak sabaaaar!!"
teriak Violette lagi. "Eh...sir? Tunggu dulu. Kau belum
menjawab pertanyaanku tadi..."
"One," ujar Justin tiba-tiba; dia
menghitung detik. Pria itu berhenti dari aktivitasnya hanya untuk melakukan
itu. Kedua mata Violette sontak membulat.
Buset, dihitung? Wah,
Violette diusir lagi!! Sial!
"Oh shit," ucap
Violette, kemudian gadis itu berlari dengan terbirit-birit, keluar dari ruangan
itu.
Justin menggeleng dan menghela
napas samar ketika Violette sudah pergi.
******
Elika duduk di salah satu kursi
yang memanjang di sebuah taman. Duduk dengan anggun sembari sesekali melihat jam
tangannya yang tersemat manis di pergelangan tangan kirinya. Ia terlihat
seperti sedang menunggu seseorang. Akan tetapi, sepertinya orang yang sedang ia
tunggu-tunggu itu tak kunjung datang meskipun beberapa puluh menit sudah
berlalu.
Elika memanjangkan lehernya untuk
memantau ke kiri dan ke kanan. Ia juga memantau ke arah trotoar hingga akhirnya
ia tersenyum senang. Sebuah mobil Bugatti merah terlihat mendekat ke arah
taman.
Pria itu turun dari mobil dan langsung
bertatapan dengan Elika. Sontak Elika melambaikan tangannya. Pria itu hanya
menutup kembali pintu mobilnya dan berjalan ke arah Elika.
"Kau datang!" ujar Elika dengan
hati yang senang. Setelah itu, pria itu duduk di sebelah Elika, sekitar satu
langkah jaraknya dari Elika.
"Waktuku hanya sedikit. Katakanlah," ujar
pria itu.
"Justin. Kau sudah beberapa kali tidur
denganku dan kau masih bersikap dingin padaku?"
Justin hanya diam, pria itu tak menoleh
sedikit pun ke arah Elika.
"Kau jarang terlihat di kantor
akhir-akhir ini. Ke mana, hmm?" tanya Elika dan Justin
menghela napas samar.
"Jangan bertingkah seolah kau
tahu segalanya, Elika." Justin memperingati.
Elika mendadak tertawa keras.
"Bertingkah seolah tahu? Hey. Aku
tahu segalanya tentangmu, bahkan aku tahu bahwa kau selalu mengucapkan nama 'Hillda'
ketika kau menyetubuhiku."
Justin mendengkus.
"Hold your tongue, Elika. Itu adalah beberapa tahun
yang lalu ketika aku masih mencintai Hillda, sementara aku harus merelakan
Hillda ke pelukan suaminya. Aku hanya perlu menyesuaikan diri karena aku harus
melupakan Hillda. Kau tak tahu apa pun tentangku dan lebih baik kau diam.
Jangan mengatakan sesuatu yang menjijikkan dari mulutmu kepada Violette. Am
I getting my point across?"
Elika tertawa hambar. Tawanya
terdengar sarkastis.
"Seberapa penting executive
assistant-mu itu? Apa hubunganmu dengannya? Kau mencintainya?" tanya
Elika, kemudian perempuan itu tertawa lagi. "Kalau begitu, lebih baik aku
yang menjadi executive assistant-mu. Kau akan merasakan tubuhku
sebanyak apa pun yang kau mau. Selain itu, kau bisa berharap lebih banyak padaku
ketimbang pada executive assistant-mu yang plain itu.
Jangan menggunakan dirinya sebagai pelampiasan dari Hillda, Justin. Jika memang
itu alasanmu untuk mempertahankan executive assistant itu—sebagai
pelampiasan dari Hillda—maka gunakanlah aku sebagaimana kau menggunakanku dahulu,"
tawar Elika dengan berani. Elika berdiri dan mulai berjalan ke dekat Justin.
Perempuan itu lalu memosisikan dirinya agar berdiri berhadapan dengan Justin
yang sedang duduk. Kepala Justin sejajar dengan pinggulnya.
"Ayo kita pergi ke bar
sebentar. Aku mau minum," ajak Elika.
"Aku tahu jalan pikiranmu yang
ingin membuatku mabuk, Elika," balas Justin sarkastis. Elika tersenyum
miring.
"Lantas? Apakah salah jika aku
ingin membuatmu mabuk? Aku hanya ingin merasakan itu lagi, Justin. Aku
merindukanmu. Aku merindukanmu yang selalu berada di sini," ujar
Elika, mengambil tangan Justin lalu memosisikan tangan Justin tepat berada di
depan kewanitaannya, hanya dibatasi oleh celana dalam dan roknya. Justin dengan
cepat menarik tangannya, lalu mendorong Elika menjauh. Pria itu berdiri dengan
tak acuh. Ia berjalan melewati Elika, lalu pergi begitu saja. Elika terkejut, perempuan
itu menganga tak habis pikir.
Elika lantas berteriak, "WHERE
ARE YOU GOING?!! Apa kurangnya diriku? Mengapa kau tetap
memilih executive assistant-mu itu? Siapa dia sebenarnya?! Please. Jawab
aku, Mr. Alexander. JAWAB AKU!" teriak Elika. Well, sepertinya
Elika tak mengerti.
Justin berhenti melangkah. Tanpa berbalik,
Justin berbicara dengan dingin.
"Dia kekasihku," ujar
Justin tajam. Kontan kedua mata Elika membelalak.
Justin kemudian kembali berjalan
dengan santai ke mobilnya. Pria itu pun pergi dari tempat itu, meninggalkan
Elika yang kini tengah mengepalkan tangannya di dalam diamnya.
******
Violette baru saja selesai makan
siang bersama Nathan ketika ponselnya yang ia letakkan di atas meja makan itu berbunyi
pertanda ada sebuah pesan masuk. Violette bahkan belum mencuci tangannya, dia
baru saja ingin membawa piring kotornya ke dapur untuk dicuci. Nathan baru saja
selesai makan dan Violette berencana untuk membereskan piring Nathan juga.
Namun, karena mendengar ponselnya berbunyi, Violette yang baru saja berdiri
sembari membawa piring kotor itu kontan terperanjat. Gadis itu kemudian menaruh
kembali piring kotor yang sedang ia pegang itu ke atas meja.
Violette meraih ponselnya dengan
tangan kirinya yang masih benar-benar bersih, lalu membuka pesan yang masuk
itu.
From: Mr. Sok Mengatur
Besok aku akan menjemputmu. Jam
06.30 AM aku harus menemukan bahwa kau sudah siap dengan pakaian yang rapi.
Jangan membantah.
Eh? Ada apa dengan Justin? Kok tiba-tiba dia mau menjemput Violette? Kepalanya terbentur, ya? []
******
No comments:
Post a Comment